Skip to main content

Posts

Showing posts from 2019

Pertama Kalinya Ke Indonesia International Book Fair 2019

Yes, i finally went to IIBF! Waktu itu hari Minggu, 8 September, hari terakhir event tahunan IIBF. Aku ke sana naik kereta dan turun di Palmerah kemudian gojek sedikit ke Jakarta Convention Center Senayan. Langsung aja, IIBF ternyata jauh dari yang aku bayangkan. Embel-embel international ternyata memang berhasil membuatku berharap banyak dari event tahunan ini, tapi ternyata... i don’t know why they call it international . Mungkin positive thinking bahwa event tersebut someday bisa jadi event yang benar-benar besar dan benar-benar international. Ketika mulai memasuki hall, aku cukup amaze karena waktu itu cukup ramai---walau gak seramai event Big Bad Wolf di ICE BSD yang setiap tahun aku kunjungi, kemudian di luar ada panggung kecil yang aku gak tahu ada acara apa di sana waktu itu, saat awal masuk pun aku cukup senang melihat sekilas stand beberapa penerbit. Tapi semakin dalam aku berjalan dan melihat-lihat stand, ternyata tempatnya kecil, dan untuk ukuran internasio

Review: Bumi Manusia (Film)

Bumi Manusia adalah salah satu buku dari Tetralogi Buru karya salah satu penulis legenda Indonesia, Pramoedya Ananta Toer. Bumi Manusia yang sudah berumur puluhan tahun ini akhirnya dialihwahanakan menjadi sebuah karya sinematografi dan dipublikasikan secara umum pada hari ini, 15 Agustus 2019. Senang sekali hari ini aku mendapat kesempatan menonton film yang sudah kutunggu-tunggu ini. Buku fenomenal dan bagus, inshaallah filmnya juga bagus, semoga, itu harapanku selama aku menunggu film ini. So, here’s my review . Poster Film Bumi Manusia ( sumber ) Judul: Bumi Manusia Genre: Drama Sutradara: Hanung Bramantyo Produksi: Falcon Pictures Tanggal Rilis: 15 Agustus 2019 Baiklah, di sini aku akan berusaha untuk gak membanding-bandingkan filmnya dengan bukunya, yang sudah jelas berbeda dan punya kelebihan masing-masing, maklum, itu memang selalu jadi kebiasaan pembaca sekaligus penonton kan. Yang pertama, alurnya maju-mundur. Film ini langsung memperkenalkan tok

Review: The Lion King (2019)

The Lion King (1994) adalah film Disney favoritku sepanjang masa mengalahkan semua film Disney princess yang menjadi favorit rata-rata anak perempuan pada saat itu, gak terhitung berapa puluh kali aku menonton ini sejak aku kecil (dulu masih nonton di VCD), sampai aku hapal semua nada lagu The Lion King 1 dan 2, bahkan hapal lirik beberapa lagunya, dan tentu saja hapal setiap scene film-film tersebut. Saking senangnya dengan film itu, waktu kecil aku bahkan ingin memelihara anak singa saking gemasnya dengan Kiara dan Kovu kecil, ingin memberi nama anak masa depanku Kiara dan Kovu seandainya mereka kembar. Selang beberapa tahun aku gak nonton The Lion King lagi karena VCDku rusak, sampai ada bajakannya di internet hehe. Film-film Disney terutama The Lion King punya sentimen tersendiri untukku karena aku dibesarkan dengan budaya menonton kartun-kartun Disney. Jadi begitu belakangan Disney gencar remake (membuat live action ) film-film Disney Classic aku sangat senang dan mengapresia

Jalan-jalan ke Kampung Indian dan Kawah Gunung Kelud

Long time no post here. I’ve been busy this past days, busy thinking about life, life’s kind of sucks, i hope the rest of the year will be better. Beberapa hari sebelum lebaran, aku dan keluargaku main ke Kediri. Dari Tulungagung ke Kediri hanya memakan waktu sekitar 1 jam 30 menit. Tujuan kami adalah Kampung Indian di Kawasan Wisata Gunung Kelud. Yes, semakin banyak saja destinasi wisata tematik belakangan ini, dan itu bagus. Wisata bertema bisa jadi alternatif jika kita bosan dengan wisata alam, apalagi untuk teman-teman milenial yang senang berselfie dan ngevlog. Kampung tematik memang selain menyuguhkan pemandangan bertema tertentu, juga menyediakan banyak spot untuk berfoto ria. Kampung Indian ini walaupun kecil namun cukup indah dengan menyediakan banyak hiasan rumah-rumah suku Indian yang berbentuk kerucut, ada beberapa rumah yang bisa kita masuki, diisi dengan beberapa kursi dan perabot. Ada juga patung-patung bertema Indian, taman kecil, taman bermain, toko souvenir

Insecurity dan Kita

So last night i have such random thought about to share my experience and thoghts about insecurities which i think everyone has it, even someone who seems so strong and insensitive like there is nothing in his/her life that ever gone wrong has insecurities. Sepengetahuanku dari nonton video, dengar podcast , dan mencari tahu di internet tentang “kekhawatiran” dan “ketidaknyamanan” yang familiar disebut insecurity , adalah perasaan gak nyaman yang menghantui seseorang karena berbagai alasan. Bisa karena social anxiety (kecemasan sosial) yang berujung pada menurunnya kepercayaan diri, bisa karena kegagalan dan penolakan yang juga berujung pada menurunnya kepercayaan diri, bisa juga karena sifat terlalu perfectionist yang membuat seseorang terlalu takut dan terlalu berhati-hati. Mungkin ada lebih banyak hal yang bisa membuat seseorang khawatir dan gak nyaman. Ketidaknyamanan dan ketakutan ini sangat familiar di hidup kita, terutama pada kita yang menginjak masa remaja hingga d

Hari Sedih

Hari ini aku sedih sekali. Inget hal-hal gak enak yang kualami beberapa waktu lalu. Hal-hal suram yang sering bikin aku mikir hidup itu gak enak. Bukan gak bersyukur, ada kalanya aku bahagia sekali sampai lupa kalau aku pernah merasakan hal-hal menyedihkan, tapi hari ini aku sedih, dan semua ingatan soal kesedihan yang menimpa sepanjang umurku bermunculan. Manusia pasti pernah begini. Wajar. Kemarin aku senang, sekarang aku sedih. Tadi siang aku menangis sampai aku kelelahan. Aku menangis sambil bercerita kepada seseorang yang mengerti diriku dalam imajinasiku. Aku gak pernah percaya seseorang untuk kuceritakan rahasia paling menyenangkan dan paling menyedihkan dalam hidupku. Gak ada seorangpun yang cocok untuk kubagi rahasia-rahasia terbesarku. Belum ada, mungkin. Itulah mengapa aku hanya bercerita dalam imajinasiku sambil mengeluarkan air mata sungguhan yang deras sekali. Sudah lama aku gak menangis dan menangisi semua kesedihanku. Aku ingin bertanya, apakah hanya aku saja

Lingkaran Bullying dan Aku yang Mencoba Bertahan dan Berusaha Menjadi Lebih Baik

Bullying memang gak lepas dari kehidupan sosial kita. Dari kecil kita sudah terpapar oleh bullying , ringan atau berat, menjadi korban atau pelaku. Aku pernah jadi korban, dan pernah jadi pelaku, walau seringnya jadi korban. Sedih ya? Iya. Bullying juga ada beberapa macam dari yang pernah kubaca dan pernah kupresentasikan beberapa tahun lalu di sekolah, ada bullying secara fisik dan ada secara verbal. Kemudian belakangan aku dengar ada bullying sosial dan bullying siber ( cyberbullying ) juga. Dan masing-masing jenis bullying punya turunan tersendiri yang banyak dan bermacam-macam juga. Tapi untuk detailnya mungkin bisa dipelajari di sumber-sumber yang lebih terpercaya. Poinku di sini adalah bahwa kita gak akan bisa benar-benar mengendalikan lingkungan kita agar bersih dari bullying yang sepertinya sudah membudaya, tapi kita bisa mengontrol diri supaya gak jadi pelaku, dan mengontrol diri supaya gak berlarut-larut jadi korban bullying . Aku gak akan memaparkan praktiknya s

Lambat

Lambat selalu punya konotasi negatif, setidaknya belakangan ini, saat semuanya dituntut untuk serba cepat---lebih cepat. Apalagi budaya lingkunganku yang ternyata aku sadari telah membentuk trek hidup dengan rapih---seperti setelah belajar dari TK hingga SMA tanpa pernah gak naik kelas, harus masuk kuliah dan lulus tepat setelah delapan semester, kemudian mendapat pekerjaan tetap, menetap di suatu tempat, dan menikah, dan punya anak, kemudian mengulang fase-fase itu lagi---membuat kita gak hanya harus cepat, tetapi juga lari di trek yang benar (menurut budaya lingkungan ini). Pernah gak sih dengar orang-orang tua bilang, “Ayo belajar ABC biar cepat masuk SD”, atau sekedar “Ayo makan yang banyak, biar cepat gede”? I don’t know it is just me or everyone else also thinking about this too, but this kind of thought somehow makes us want to do everything faster, want to get everything immediately, grow faster, and so on. And it makes everything that is not running on a right pace and right

Review: Mantan Manten (Film)

Mantan Manten, judul yang cukup provokatif. Ketika melihat posternya diposting di salah satu akun Twitter pecinta film, aku langsung bertanya-tanya, ini kisah seseorang yang mantannya yang sudah jadi pengantin? Atau kisah seseorang yang jadi mantan pengantin karena pernikahannya gagal? Awalnya pertanyaanku hanya sampai di situ saja, tapi lama-lama ada banyak  tweet  tentang promosi film Mantan Manten yang sangat lincah dan cerdas, seperti poster dengan kalimat  “Mantan: Mau telepon malu, gak telepon rindu” ,  “Baru mau move on, eh ditelepon”  dan sejenisnya yang membuat aku bertanya lagi, ini film komedi romantis atau apa? Apalagi didukung dengan poster dominan warna merah muda dengan karakter-karakter utama yang saling pandang sambil tersenyum bahagia di sana. Kemudian presepsi awal soal  genre  film ini cukup terbantahkan setelah aku menonton  trailer -nya,  ya, should’ve known , kata “mantan” dan kata “manten” itu gak akan pernah asik kalau dijadikan satu, sama seperti  trailer

Review: Antologi Rasa (Film)

Antologi Rasa sebenarnya adalah novel favoritku dari salah satu penulis kesayanganku, Ika Natassa. Seperti rata-rata novel Ika Natassa, Antologi Rasa menceritakan kisah asmara banker muda yang senang, sedih, dan banyak rasa lainnya, tapi lebihnya Antologi Rasa dibandingkan novel-novel lainnya yang membuat aku suka adalah novel ini memuat emosi yang lebih luas lagi, aku bisa tertawa bahagia, menangis sedih hingga terharu, kesal, jengkel, gemas, dan gak mau pisah ketika mencapai penghujung cerita. Gak heran kalau di akun Instagram dan Twitternya Ika Natassa pernah bilang bahwa novel ini adalah puncak dari karya-karyanya. Aku membeli Antologi Rasa tahun 2013 atau 2012 dan baru dibaca setahun kemudian. Karena rasa senangnya setelah selesai membaca novel itu gak hilang-hilang, akhirnya aku pernah iseng cari tahu di Google apakah novel ini akan dijadikan film (ini serius). Dan benar saja, banyak banget hasil yang bersliweran, tentang si A harus jadi Keara, si B gosipnya sudah pasti jadi

Posts Are Deleted

So i deleted around 50++ blog posts. Im just so ashamed, i even can not reread them because i know those are so stupid. I know it's good to have so many writings, but to have everything written there--- fucking everything---is so embarassing. Actually i've realized it long time ago, but i felt like they're too precious to me. I mean 50++ writings on 2011? What an achievement. But im 24 and i do not want my future partner and children read them and realize they live with a very emotional, stormy, sappy person. Not that im not going to write down my feelings anymore or become fake or what, i just realized that this is not the place to be too angry, too sad, too happy, and too emotional, i'll keep it for myself and my close ones.

I Wish I Knew What I Really Want

So it’s been a while since the last time i wrote my thoughts about myself, my surrondings which affects me to have such thoughts. Aku pernah baca buku contamporary romance yang lumayan terkenal, ada satu kutipan yang menarik, “bahagia adalah cita-cita yang tercapai” kurang lebih seperti itu. Dan apa yang menjadi fokusku sekarang dalam kutipan itu berbeda dengan yang dulu. Kalau dulu, fokusku adalah kata “bahagia” tapi sekarang aku pikir “cita-cita” itu dasar yang harus ada dalam pikiran kita untuk bikin kita hidup dan punya keinginan untuk ke sana, baru kemudian bisa bahagia. Aku tahu cita-cita dalam kutipan itu juga berarti luas. Tapi cita-cita yang aku pikirkan jauh lebih sempit dari itu. Bagaimana jika kita hidup tanpa itu? Maksudku, hidup asal bergulir seperti bola. Mengerjakan apa yang harus dikerjakan, belajar apa yang harus dipelajari, berusaha mengejar hal-hal saat ini sambil terus kebingungan soal apa sih maunya aku? Ada teman kuliah yang pernah bertanya, “Lo abis