Skip to main content

Piknik Singkat ke Rumah Hutan Cidampit Serang

Sabtu, 4 Februari kemarin aku, Kak Muhtar, Kak Evan, dan Kak Naiya ke Rumah Hutan Cidampit, Kampung Cilandak Desa Sayar, Kecamatan Taktakan – Serang - Banten. Rumah Hutan adalah tempat rekreasi yang memang akhir-akhir ini sangat kekinian di kalangan instagramer Banten khususnya Serang yang suka jalan-jalan. Sebenarnya Rumah Hutan sudah dibangun sejak lama, namun sangat populer karena akun-akun instagram Banten yang memuat rekomendasi tempat-tempat rekreasi dan wisata Banten. Untuk info lebih lanjut bisa buka link ini.

Kami berangkat sekitar jam 3 sore dan baru sampai sekitar jam setengah 5 sore, terpotong waktu berteduh di tengah jalan karena gerimis. Ternyata Desa Sayar sangat jauuuh. Kami melewati beberapa peternakan ayam, beberapa perkampungan, dan sisanya kebun milik warga. Jalan menuju Rumah Hutan tidak jelek, malah bisa dibilang sangat layak karena sudah beraspal. Bahkan saat kami berteduh, kami melihat rombongan pesepeda yang hendak pulang setelah touring *touring? apa sih istilah yang benar?*. Selain udaranya yang cukup segar, jalan menuju hutan Cidampit yang naik turun dan mulus sangat cocok untuk yang hobi bersepeda. Saran untuk temen-temen yang tertarik untuk ke Rumah Hutan, lebih asyik melakukan perjalanan dengan menggunakan motor karena udara di perjalanan cukup sejuk apalagi ketika sudah memasuki Desa Sayar. Selain itu motor juga lebih mudah diparkir. Dan jangan khawatir mengenai biaya masuk ke Rumah Hutan, karena tidak dikenakan biaya sama sekali alias gratis. Saat itu kami hanya perlu membayar biaya parkir motor sebesar Rp. 3.000,00 per motor, murah bukan?

Kami memarkir motor di rumah warga karena motor sulit untuk bisa masuk ke hutan yang jalannya setapak, kecuali mereka yang hobi motor track racing gitu. Kami kebetulan melihat beberapa pengendara motor racing di tengah jalan. Jalan menuju Rumah Hutan yang naik turun, berkelok-kelok, dan sempit membuat pengendara motor racing senang menjadikan hutan Cidampit sebagai track racing mereka.

Jalan kaki menuju Rumah Hutan memakan waktu sekitar 15 menit. Di tengah perjalanan terdapat sungai kecil yang airnya cukup jernih. Di dekatnya terdapat sumur tempat untuk mencuci kaki. Aku yang mengenakan sepatu harus membuka sepatu untuk menyeberangi sungainya yang beriak dan memakai sepatunya lagi di atas.

Sesampainya di Rumah Hutan, aku sempat naik ayunan ban yang talinya sangat tinggi, kangen main ayunan. Di sana terdapat beberapa rumah panggung yang katanya berisi kamar untuk menginap. Ada juga satu rumah untuk solat, dan warung kecil, serta kamar mandi. Sebenarnya suasananya seperti tempat piknik di alam yang ada rumah-rumah panggungnya yang sudah banyak dan mudah kita temui di tempat lain, tapi untuk ukuran orang Serang yang setiap harinya terkena debu dan polusi serta udara Serang yang sangat panas, Rumah Hutan bisa jadi tempat melepas penat di akhir pekan yang menyehatkan karena berada di tengah hutan yang bebas dari polusi dan udaranya juga cukup dingin dan segar.


Aku tidak sempat mengabadikan suasana Rumah Hutan dan jalan setapak yang kami lalui.
Jadi hanya beberapa foto ini saja.
Untuk informasi lebih lanjut bisa buka link ini

Kami makan dan bersantai di tempat nongkrong yang sudah disediakan, setelah itu kami pergi dari Rumah Hutan jam 6 sore. Solat sambil berteduh di masjid sekitar daerah Sempu, setelah itu kami karaoke, dan makan malam. Baru benar-benar pulang pukul 11 malam. Puas banget main seharian.

Menghabiskan materi untuk pengalaman itu lebih berharga dan lebih bisa membuat kita puas daripada menghabiskan materi untuk barang-barang.

See you on my next post! Xoxo.

Comments

  1. Yah, rumahnya nggak di fotoin? Gue penasaran sama rumahnya :(
    Tapi dari ceritanya aja, udah bisa dibayangkan gimana keseruan di sana. Mudah-mudahan ada waktu buat mampir ke sana, deh. Sumpek juga di Jakarta, ketemu polusi terus :')

    ReplyDelete
    Replies
    1. wkwk sebenernya itu rumah panggung biasa sih. tempatnya juga biasa tapi serunya jalannya lewatin hutan gitu.

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Review: Critical Eleven (Film)

PS: Postingan ini bukan hanya berisi review film, tapi juga sedikit cerita pengalaman nekat menonton film naik motor sendiri Taktakan-Serang-Cilegon panas-panasan saat puasa. Alhamdulillah, rasa penasaranku terobati. I’ve finally watched Critical Eleven! Ya, rasanya memang selalu kurang afdol jika kamu sudah membaca sebuah karya yang menurutmu menarik, tapi kamu tidak menyaksikan karya tersebut dalam bentuk film. Ketika film dari buku yang kamu sukai muncul, setidaknya ada perasaan penasaran dan dorongan untuk membandingkannya dengan buku yang sudah kamu baca, kan? Setidaknya itulah yang terjadi padaku. Sabtu, 10 Juni 2017, tepatnya sebulan setelah film Critical Eleven mulai tayang di bioskop, aku melihat postingan instagram Ika Natassa yang merupakan penulis novel Critical Eleven, katanya film yang diangkat dari novelnya itu masih tayang di beberapa bioskop, salah satunya di Cilegon. Tanpa babibu aku langsung mengecek jadwal film di Cinema XXI Cilegon dan mendapati bahwa ku

Gila Followers?

Pernah baca "FOLLBACK GUE DONG..." di timeline twitter kalian atau di mention tab kalian? atau   "eh, follow blog gue ya!" yang disisipkan di antara komentar postingan blog kalian? atau  "woy, gue baru bikin tumblr nih. follow back ya!"  lewat chat facebook kalian atau di timeline twitter? Nah, kali ini gue cuma mau sharing aja ya tentang pengalaman gue tentang si gila followers . Jujur, jaman gue masih SMP (baru kenal twitter) kerjaan gue selain ngetwit ya minta difollow back sama artis-artis mancanegara. Tapi lambat laun gue tahu bahwa minta follow back orang yang belum dikenal itu sangat mengganggu dan gak sopan. Nah, sejak itu gue gak pernah minta follow back lagi kecuali kepada temen-temen deket gue yang baru bikin twitter. Beberapa bulan yang lalu... eh udah setahun sih, gue mendapati temen gue minta di-follow-back tumblr-nya karena dia baru membuat tumblr . Dia memberitahukan gue lewat chat facebook . Nah, karena gue gak enak hati sam

Do Not Rape Our National Heritages!

Today we can hear so many news on television about our national heritage which are stolen by other country.  We can search on google with the keyword “mencuri kebudayaan” and there are more than a million result in less than a second. It proved that there were bunch of people find the information about it. What kind of national heritage which is stolen by that country? Why are they steal our national heritages? And how to solve this case? Our national heritages is not only tangible heritages like Candi Borobudur or Taman Nasional Komodo, but we also have so many Intangible cultural heritages which is manifested through these points below: 1. Oral traditions and expressions (including Language). e.g., Bahasa Jawa, Bahasa Sunda, Bahasa Melayu, Bahasa Madura, Bahasa Padang, etcetera. 2. Performing arts (such as traditional music, dance and theatre) e.g., Gamelan (from Center Java, East Java and Bali), Tari Pendet (from Bali), Lenong (from Jakarta, Indonesia), etcetera