Skip to main content

Review: An Abundance of Katherines -John Green

Sampul Novel An Abundance of Katherines Gramedia Pustaka Utama
Sumber

Judul                : An Abundance of Katherines
Penulis             : John Green
Penerjemah     : Poppy D. Chusfani
Penerbit           : PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal                : 320 halaman

Sinopsis:

Katherine V menganggap cowok menjijikkan. Katherine X hanya ingin berteman. Katherine XVIII memutuskan Colin lewat email.

Kalau soal pacar, ternyata tipe yang disukai Colin Singleton adalah cewek-cewek bernama Katherine. Dan kalau soal Katherine, Colin selalu jadi yang tercampak.

Setelah diputuskan Katherine XIX, cowok genius yang hobi mengotak-atik anagram ini mengadakan perjalanan panjang bersama teman baiknya. Colin ingin membuktikan teori matematika karyanya, supaya dapat memprediksi hubungan asmara apa pun, menolong para Tercampak, dan akhirnya mendapatkan cinta sang gadis.


Colin Singleton adalah seorang anak jenius. Ia bahkan telah menunjukkan keajaiban yang dimilikinya sejak ia kecil, hingga seorang profesor universitas menulis artikel tentang keajaiban otaknya di koran yang akhirnya membawanya ke dalam sebuah acara tv yang menayangkan kuis anak-anak cerdas. Namun kehidupan percintaan Colin tidak seajaib kisah cintanya. Kisah percintaan Colin sangat unik, ia hanya mencintai gadis-gadis bernama Katherine, namun para Katherine selalu mencampakkannya hingga pada puncaknya---Katherine ke-19 mencampakaannya---ia benar-benar patah hati sampai muntah-muntah. Atas kejadian yang menyedihkan itu, Hassan, sahabat Colin mengajaknya melancong untuk mengisi liburan musim panas.

Tibalah mereka di Gutshot, Tennessee. Mereka bertemu dengan Lindsey, gadis penjaga toko sekaligus pemandu tur ke kuburan seorang tokoh bersejarah dari Perancis. Ibu Lindsey, Hollis menawarkan mereka pekerjaan dengan bayaran yang lumayan sehingga mereka pun setuju untuk tetap tinggal di Gutshot selama musim panas.

Di kota tersebut Colin dan Hassan mengalami petualangan menarik, selain bekerja mewawancarai para pekerja pabrik yang memproduksi tali tampon, mereka juga bertemu dengan laki-laki menyebalkan yang juga bernama Colin, berburu babi, Hassan menemukan perempuan yang akhirnya dapat mencuri ciuman pertamanya, Colin selalu mengotak-atik teori matematisnya mengenai hubungannya dengan para Katherine, dan sebagainya.


Saat aku melihat sinopsis yang tertera di sampul bagian belakang buku ini, aku langsung mengernyitkan dahi. Katherine V, Katherine X, Katherine XVIII, dan Katherine XIX, apa maksudnya? Aneh sekali kalau tokoh di dalam buku ini memacari perempuan-perempuan dengan nama yang sama. Namun keanehan itulah yang membuatku semakin penasaran dengan An Abundance of Katherines.

Alurnya maju-mundur. Seru sekali mengetahui masa lalu Colin dengan para Katherine yang sifatnya berbeda-beda. Sangat menghibur.

Gaya bahasa, ya aku tidak bisa terlalu menilai gaya bahasa penulisnya karena ini adalah novel yang sudah diterjemahkan. Tapi dari terjemahannya aku cukup puas, tetap bisa membuatku tertawa (aku baca beberapa review berbahasa Inggris, katanya buku ini lucu).

Sudut pandangnya menggunakan sudut pandang orang ke tiga.

Karakternya sangat real, remaja banget. Aku paling suka karakter Lindsey karena menurutku dia mencerminkan anak remaja zaman sekarang, yang kebanyakan setelah mereka tumbuh menjadi remaja, mereka malah berubah, tidak menjadi diri sendiri, namun menjadi seperti yang orang lain harapkan. Ketika menjadi pacar Colin---laki-laki menyebalkan berbadan kekar dan tidak begitu cerdas---Lindsey bersikap manis dan manja, ketika di hadapan ibunya, dia bersikap seperti apa yang diinginkan ibunya, begitu juga sikapnya kepada orang-orang lain. Namun pada akhirnya bersama Colin---anak jenius tokoh utama dalam buku---Lindsey bisa menunjukkan sifat aslinya dan menceritakan bahwa itu semua (sikapnya) palsu dan hanya semata-mata untuk mendapatkan apa yang dia inginkan seperti kepopuleran contohnya.


Jika kita bersikap seperti bunglon dalam segala segi kehidupan, kita tidak akan berakhir di tempat yang nyata. (Halaman 213).

Latarnya sangat menarik, Gutshot Tennessee. Di rumah, di pabrik, hutan, dan beberapa tempat lainnya yang menurutku lebih fresh karena jujur saja, aku bosan dengan cerita remaja yang berlatarkan sekolah. Aku jadi bisa belajar banyak dari novel ini, aku jadi tahu seperti apa Tennessee itu.

Di novel ini ada banyak anagram-anagram seru yang sering sekali membuatku ikut mengutak-atik dan membentuk anagram-anagram dari suatu kata yang ada. Ada juga grafik-grafik dan rumus-rumus matematika yang rumit dan gak aku mengerti, tapi tetap saja membuatku ikut memikirkan grafik-grafik yang ada dengan dibantu oleh catatan-catatan kaki yang ada.

Aku beri 4 dari 5 bintang untuk An Abundance of Katherines.

Comments

  1. Novelnya seru juga percintaanya mesti sesuai nama.. aneh juga.
    Ada gak ya jaman sekarang kaya gtu :/

    ReplyDelete
  2. Saya suka baca novel, ini belum baca nih, kayaknya menarik nih, beneran ya Mbak nilainya 4 dari 5 ya.. Berarti termasuk bagus tuh.. hehe :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Review: Critical Eleven (Film)

PS: Postingan ini bukan hanya berisi review film, tapi juga sedikit cerita pengalaman nekat menonton film naik motor sendiri Taktakan-Serang-Cilegon panas-panasan saat puasa. Alhamdulillah, rasa penasaranku terobati. I’ve finally watched Critical Eleven! Ya, rasanya memang selalu kurang afdol jika kamu sudah membaca sebuah karya yang menurutmu menarik, tapi kamu tidak menyaksikan karya tersebut dalam bentuk film. Ketika film dari buku yang kamu sukai muncul, setidaknya ada perasaan penasaran dan dorongan untuk membandingkannya dengan buku yang sudah kamu baca, kan? Setidaknya itulah yang terjadi padaku. Sabtu, 10 Juni 2017, tepatnya sebulan setelah film Critical Eleven mulai tayang di bioskop, aku melihat postingan instagram Ika Natassa yang merupakan penulis novel Critical Eleven, katanya film yang diangkat dari novelnya itu masih tayang di beberapa bioskop, salah satunya di Cilegon. Tanpa babibu aku langsung mengecek jadwal film di Cinema XXI Cilegon dan mendapati bahwa ku

Gila Followers?

Pernah baca "FOLLBACK GUE DONG..." di timeline twitter kalian atau di mention tab kalian? atau   "eh, follow blog gue ya!" yang disisipkan di antara komentar postingan blog kalian? atau  "woy, gue baru bikin tumblr nih. follow back ya!"  lewat chat facebook kalian atau di timeline twitter? Nah, kali ini gue cuma mau sharing aja ya tentang pengalaman gue tentang si gila followers . Jujur, jaman gue masih SMP (baru kenal twitter) kerjaan gue selain ngetwit ya minta difollow back sama artis-artis mancanegara. Tapi lambat laun gue tahu bahwa minta follow back orang yang belum dikenal itu sangat mengganggu dan gak sopan. Nah, sejak itu gue gak pernah minta follow back lagi kecuali kepada temen-temen deket gue yang baru bikin twitter. Beberapa bulan yang lalu... eh udah setahun sih, gue mendapati temen gue minta di-follow-back tumblr-nya karena dia baru membuat tumblr . Dia memberitahukan gue lewat chat facebook . Nah, karena gue gak enak hati sam

Do Not Rape Our National Heritages!

Today we can hear so many news on television about our national heritage which are stolen by other country.  We can search on google with the keyword “mencuri kebudayaan” and there are more than a million result in less than a second. It proved that there were bunch of people find the information about it. What kind of national heritage which is stolen by that country? Why are they steal our national heritages? And how to solve this case? Our national heritages is not only tangible heritages like Candi Borobudur or Taman Nasional Komodo, but we also have so many Intangible cultural heritages which is manifested through these points below: 1. Oral traditions and expressions (including Language). e.g., Bahasa Jawa, Bahasa Sunda, Bahasa Melayu, Bahasa Madura, Bahasa Padang, etcetera. 2. Performing arts (such as traditional music, dance and theatre) e.g., Gamelan (from Center Java, East Java and Bali), Tari Pendet (from Bali), Lenong (from Jakarta, Indonesia), etcetera