Skip to main content

Kita, Kelelahan Mental, dan Lagu-lagu


Hi, it’s been so long since the last time i post something here. You know, busy life got me splitting into some parts eventhough my energy is so limited.

Sepertinya semakin tua semakin berusaha untuk menyaring postingan blog, dan itu membuatku bingung harus post apa lagi. Tapi apapun itu, aku selalu berpikir untuk memposting sesuatu yang punya nilai atau manfaat untuk dibagikan, atau setidaknya ingin memberi tahu ke semua pembaca kalau kita punya kesamaan, kalian mungkin related dengan tulisanku, sehingga mungkin dengan menyadari bahwa kita punya kesamaan, masalah kita jadi terasa lebih ringan.

Mungkin itu juga motivasi para musisi atau penulis lagu. Berusaha menulis sesuatu yang mereka rasakan, berharap mereka bisa menghibur para pendengar atau penikmat musik mereka dan memfasilitasi emosi para pendengar agar bisa meluap bersama lagu-lagu yang mereka ciptakan.

Belakangan aku sering sekali menemukan lagu-lagu yang bertemakan masalah mental. Betapa lagu-lagu tersebut bisa sangat relatable bagi banyak orang terutama para remaja dan dewasa muda yang notabene menurut banyak penelitian sangat rentan menderita permasalahan mental. Mungkin lagu-lagu tersebut booming karena faktor bahwa orang-orang sekarang lebih peduli juga dengan permasalahan mental dan sudah mulai banyak kampanye-kampanye “melawan stigma” orang-orang yang menderita permasalahan mental sehingga semakin banyak orang yang berani bersuara tanpa rasa malu. Beberapa lagu yang sangat menempel di benakku selama ini---terlepas dari lagu-lagu tersebut memang populer---yaitu lagu Rehat dari Kunto Aji yang memang sudah booming dari akhir tahun 2018 dari album Mantra Mantra, dan lagu Modern Loneliness dari Lauv di album How I’m Feeling yang belakangan sering kudengar. Kebetulan sekali album-album tersebut menurut informasi yang kudapat memang didedikasikan untuk mendeskripsikan mental health issue, dan permasalahan masyarakat modern yang gak lepas dari masalah lelah mental hingga gangguan mental serius.

Untuk itu, aku ingin membagikan interpretasi pribadi kedua lagu tersebut. Mungkin memang sudah banyak yang menulis tentang lagu-lagu tersebut, namun ini bukan soal yang paling update, tapi secara pribadi aku memang ingin merekomendasikan lagu-lagu tersebut dan berbagi pengalaman mendengarkan dan mengartikan lagu-lagu tersebut.

Lagu Modern Loneliness menurutku sangat relatable dengan kehidupan masyarakat modern saat ini yang lebih sering menghabiskan waktu di media sosial namun masih tetap kesepian walaupun mereka tahu fungsi media sosial itu adalah untuk bersosialisasi.

Sumber: Kanal Youtube Resmi Lauv


Jika kita lihat dari lirik lagu dan video musik Modern Loneliness, digambarkan bahwa kita adalah orang-orang yang berusaha untuk mengisi kekosongan hidup dengan rutinitas namun kita masih tetap merasa kosong. Mencari cara untuk senantiasa keep in touch dengan teman dekat dan keluarga tetapi tetap gak melakukannya walaupun semua itu sebenarnya mudah dilakukan dengan teknologi media sosial. Lirik lagunya memang sederhana dan menurutku gak begitu puitis, tetapi kesederhanaan itu yang justru bisa dengan mudah diserap dan dihayati. Ada satu baris yang sangat related dengan kehidupan masyarakat modern, “Modern loneliness, we’re never alone, but always depressed.” Dari penggalan lirik tersebut, sudah tergambarkan bagaimana kita memang gak pernah sendirian karena adanya beragam jenis media sosial yang memungkinkan kita untuk senantiasa menebar jaring pertemanan dengan siapapun, baik teman lama maupun orang yang benar-benar baru dari manapun asal mereka. Namun, walaupun kita gak akan pernah sendiri, tapi kita merasa sedih dan depresi dan kosong. Semua itu seperti gak mencukupi kebutuhan sosial kita. Itulah yang disebut modern loneliness menurut lagu ini.

Memang sejauh ini itulah yang aku rasakan. Bagaimana mungkin kita bisa keep in touch dengan banyak orang sekaligus melalui banyak grup WhatsApp, melalui Instagram, Twitter, Facebook, bahkan Tinder, dan sebagainya tapi kita tetap merasa kosong. Apa karena kita belum atau gak pernah melakukan deep talk yang bisa menciptakan kedekatan, atau karena kita memang gak percaya atau gak mau percaya dengan orang lain bahkan teman dekat kita sendiri? Apa mungkin kita sudah merasa muak dan lelah mengekspos kehidupan kita di media sosial sehingga kita merasa cukup untuk gak melanjutkan obrolan berkualitas dengan orang lain? Atau kita memang gak mau ngobrol dengan orang lain karena merasa cukup tahu dengan kehidupan mereka dari media sosial?

Jujur, menurutku mengungkap rasa kesepian itu sangat berat, apalagi ditambah pengalaman masa lalu saat pertama kalinya aku merasa sendirian dan menuliskannya di buku diary (jangan tanya kapan, karena sudah lama sekali), justru aku dicemooh oleh orang yang membaca buku diaryku, bahwa kesepian itu menyedihkan, dan patut dikasihani. Maksudku, aku jelas mengerti bahwa rasa kesepian itu sangat menyedihkan, tapi dengan penegasan dan cemooh dari orang lain aku jadi semakin merasa ini adalah perasaan yang sangat buruk, dan memalukan, dan salah. Namun sekarang, setelah beberapa tahun berlalu, dimana aku menemukan lebih banyak orang yang mengalami masalah yang sama ditambah banyaknya lagu-lagu yang menggambarkan perasaan kesepian, aku jadi merasa sedikit gak bersalah untuk merasakan perasaan tersebut, dan ya, perasaan adalah perasaan, gak ada salahnya untuk merasakan suatu perasaan, kan? Namun, bukan berarti dengan adanya lagu-lagu semacam ini aku jadi menikmati dan meromantisasi rasa kesepian, memang siapa sih yang mau kesepian? Lagu ini membuatku merasa gak bersalah dan malu untuk merasakan hal tersebut.

Lanjut ke lagu Rehat dimana lagu tersebut banyak yang bilang merupakan lagu penenang untuk lelahnya jiwa karena kesibukan sehari-hari yang menguras energi secara fisik dan mental.

Sunber: Kanal Youtube Resmi Kunto Aji


Jika mengamati lirik dan video musik Rehat, menurutku lagu ini bukan hanya mendeskripsikan bagaimana masyarakat sekarang disibukan dengan segala aktivitas yang melelahkan fisik dan mental, tetapi lagu ini juga barusaha menjadi inspirasi dan penyembuh atau penenang pendengarnya bahwa mereka gak sendiri, mereka mengalami hal yang sama dengan yang lainnya. Ini tergambar jelas pada penggalan lirik, “Tenangkan hati, semua ini bukan salahmu, terus berlari, yang kau takutkan takan terjadi.” Menurutku sesuai dengan nama album ini, lirik tersebut memang dibuat untuk menjadi mantra penyemangat bagi orang-orang yang lelah, dan senantiasa ketakutan akan kegagalan dan tuntutan hidup, dan menyalahkan diri sendiri atas segala masalah yang menimpa mereka. Rehat yang dimaksud mungkin adalah istirahat sejenak dari lelahnya pikiran dan jiwa karena keseharian dan kesibukan yang menekan kita, namun rehat bukan berarti berhenti, kalimat “terus berlari, yang kau takutkan takan terjadi” menekankan hal itu.

Sejauh ini aku juga merasakan hal tersebut, dan mungkin banyak dari kita yang juga merasa lelah dan ingin berhenti di tengah jalan, dan lagu ini menjadi sangat relatable dengan kita karena menceritakan kehidupan kita semua dan somehow menawarkan pilihan positif untuk terus berlari daripada harus berhenti sepenuhnya. Dan pilihan itulah yang sebenarnya kita butuhkan, jika kita gak bisa mendapatkan atau mendengar kalimat itu dari siapapun karena kita mengalami apa yang dinamakan modern loneliness karena kesibukan masing-masing, setidaknya lagu itu sudah menyuarakannya.

Lagu-lagu tersebut memang gak menawarkan solusi konkret, tapi penggambaran lagu-lagu tersebut menurutku sangat cukup untuk membuat kita sadar akan keadaan kita. Dan dengan menyadarinya, setidaknya kita akan terdorong mencari cara untuk sembuh dari lingkaran kesepian dan kelelahan mental lainnya.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Review: Critical Eleven (Film)

PS: Postingan ini bukan hanya berisi review film, tapi juga sedikit cerita pengalaman nekat menonton film naik motor sendiri Taktakan-Serang-Cilegon panas-panasan saat puasa. Alhamdulillah, rasa penasaranku terobati. I’ve finally watched Critical Eleven! Ya, rasanya memang selalu kurang afdol jika kamu sudah membaca sebuah karya yang menurutmu menarik, tapi kamu tidak menyaksikan karya tersebut dalam bentuk film. Ketika film dari buku yang kamu sukai muncul, setidaknya ada perasaan penasaran dan dorongan untuk membandingkannya dengan buku yang sudah kamu baca, kan? Setidaknya itulah yang terjadi padaku. Sabtu, 10 Juni 2017, tepatnya sebulan setelah film Critical Eleven mulai tayang di bioskop, aku melihat postingan instagram Ika Natassa yang merupakan penulis novel Critical Eleven, katanya film yang diangkat dari novelnya itu masih tayang di beberapa bioskop, salah satunya di Cilegon. Tanpa babibu aku langsung mengecek jadwal film di Cinema XXI Cilegon dan mendapati bahwa ku

Review: Himouto! Umaru-chan (Anime TV Series)

Cover Serial Televisi Anime Himouto! Umaru-chan Judul                 : Himouto! Umaru-chan Penulis              : Takashi Aoshima Sutradara         : Masahiko Ohta Tahun Tayang : 2015 Himouto! Umaru-chan adalah serial manga yang  ditulis oleh Sankaku Head yang kemudian diadaptasi ke dalam serial televisi pada tahun 2015 lalu, tepatnya anime ini tayang pada tanggal 9 Juli 2015 hingga 24 September 2015. Kemarin saya baru saja selesai menonton serial anime ini. Hanya ada 12 episodes, sehingga tidak membutuhkan banyak waktu untuk mengetahui akhir cerita serial anime bergenre komedi ini. Umaru adalah seorang gadis SMA yang sangat pintar, berbakat, baik hati, sangat cantik, serta menarik, sangat sempurna sehingga semua orang menyukainya. Namun sifat-sifat tersebut berubah drastis seketika Umaru masuk ke dalam apartemen kecil kakaknya, Taihei. Umaru berubah menjadi seorang pemalas. Ia hanya mau bermain game, makan, dan tidur. Oke, langsung lanjut ke epis

Do Not Rape Our National Heritages!

Today we can hear so many news on television about our national heritage which are stolen by other country.  We can search on google with the keyword “mencuri kebudayaan” and there are more than a million result in less than a second. It proved that there were bunch of people find the information about it. What kind of national heritage which is stolen by that country? Why are they steal our national heritages? And how to solve this case? Our national heritages is not only tangible heritages like Candi Borobudur or Taman Nasional Komodo, but we also have so many Intangible cultural heritages which is manifested through these points below: 1. Oral traditions and expressions (including Language). e.g., Bahasa Jawa, Bahasa Sunda, Bahasa Melayu, Bahasa Madura, Bahasa Padang, etcetera. 2. Performing arts (such as traditional music, dance and theatre) e.g., Gamelan (from Center Java, East Java and Bali), Tari Pendet (from Bali), Lenong (from Jakarta, Indonesia), etcetera