Skip to main content

Ceritaku Ikut Program TOEFL Camp di Elfast Kampung Inggris


PS: Cerita ini akan panjang, tapi worth to read untuk kamu yang mau ambil program TOEFL Camp di Elfast.

Siapa yang gak tahu Kampung Inggris yang terletak di Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri? Aku yakin sebagian besar pelajar dan mahasiswa pasti setidaknya pernah mendengar istilah Kampung Inggris. Sebenarnya nama kampungnya bukan Kampung Inggris, dinamakan demikian karena pada mulanya di sana terdapat banyak tempat atau lembaga kursus Bahasa Inggris, dan gak hanya itu, seiring majunya dan populernya tempat-tempat kursus Bahasa Inggris di sana, masyarakat akhirnya mengambil kesempatan untuk membuka bisnis lainnya seperti rumah kost, homestay, asrama, layanan travel, toko-toko souvenir, rumah makan, warung, dan sebagainya demi menunjang fasilitas lingkungan belajar para pendatang dari berbagai penjuru Indonesia, bahkan ada beberapa pengunjung dari luar juga. Maka dari itu, nama desa tersebut lebih dikenal dengan nama Kampung Inggris. Karena sepanjang hari kita bisa melihat orang-orang yang rata-rata usia remaja bersliweran dengan sepeda atau jalan kaki menuju tempat kursus atau menuju rumah kost dengan membawa tas atau menenteng buku.

Nah, sejak 9 September hingga 9 Oktober kemarin aku tinggal di Kampung Inggris untuk mengisi waktu setelah wisuda sebelum mendapatkan pekerjaan, hitung-hitung bisa meningkatkan TOEFL score. Yes, aku mengambil program TOEFL Camp selama sebulan di sebuah lembaga bernama Elfast. Untuk yang belum tahu, sebenarnya di Kampung Inggris ada banyak lembaga yang menawarkan program TOEFL Preparation dalam berbagai bentuk, yang salah satunya adalah camp dimana partisipannya belajar seperti di camp yaitu dengan mengikuti segala peraturan camp, mulai dari jadwal belajar biasa, sampai jadwal piket, wajib berbicara menggunakan Bahasa Inggris at least selama di lingkungan camp, hingga peraturan-peraturan lainnya, ya, bisa dibilang mirip boarding school gitu lah. Aku memilih program ini karena aku pikir aku harus memaksimalkan waktuku selama sebulan, dan TOEFL Camp dengan jadwalnya yang cukup padat aku pikir dapat memenuhi keinginanku dalam hal memaksimalkan waktu. Dan memang benar, satu bulanku benar-benar terisi maksimal dengan belajar, belajar, dan belajar hehe. Oh ya, mengapa aku memilih Elfast untuk TOEFL Camp, sebenarnya gak ada alasan tertentu sih, aku hanya lihat review tentang beberapa tempat kursus di Kampung Inggris yang menawarkan program TOEFL Camp, dan dari review-review yang terkumpul, muncullah Elfast sebagai yang terbaik menurutku, hehe, aku juga lupa alasan utamanya apa, apakah karena murah, populer, bagus tempat kursus dan camp-nya, ramai pendaftarnya, atau bagus metode belajarnya, aku benar-benar lupa. Untuk yang ingin melihat-lihat review-nya bisa ke link ini, karena pada akhirnya itu jadi preferensi masing-masing sukanya yang seperti apa.

Aku sampai di Elfast untuk mendaftar ulang pada Minggu pagi menjelang siang, 9 September 2018 karena aku sudah mendaftar secara online sebelumnya melalui Eureka via aplikasi obrolan Line, untuk biayanya aku lupa berapa karena kuitansiku hilang, hehe, kira-kira sekitar 800,000an sudah termasuk biaya camp (termasuk air, listrik, dan berbagai fasilitas di camp), buku, dan segala fotokopian materi. Setelah itu ada orang yang mengantarku menuju camp yang jaraknya sekitar hampir satu kilo (5 menit dengan sepeda gowes) dari Elfast, namanya Logico Girls’ Camp. Awalnya aku kaget, kenapa jauh sekali, dan kenapa gak camp di Elfast (ini akibat kalau kamu kurang cermat dalam membaca dan bertanya pada admin saat mendaftar). Ada banyak ruangan di camp tersebut, dan masing-masing ruangan punya luas yang berbeda-beda, serta jumlah ranjang susun yang berbeda-beda, ada yang berdua, berempat, dan berenam. Aku kebagian kamar yang diisi enam orang, dan itu membuatku sangat kaget. Awalnya aku berpikir bagaimana nantinya jika aku tidak nyaman dengan banyak orang dalam satu kamar? Jujur, di hari pertama aku sangat kecewa melihat camp yang jauh dari ekspektasi (lagi, karena kurang bertanya), soal yang sekamar ternyata bukan maksimal 4 orang tapi 6 orang, soal kamar mandi yang sempit sekali, dan soal lokasi camp yang ternyata cukup jauh dari tempat kursus. Tapi lambat laun aku betah, karena teman-temannya asik-asik, dan kamarku ternyata hanya diisi 5 orang karena yang satu orang lagi gak ada, entah alasannya apa. Biar kamar mandi kecil dan kamarnya banyak, tapi camp tempat tinggalku sangat rapih dan bersih. Biarpun ada jadwal piket, tapi masing-masing hanya kebagian piket seminggu sekali, dan pekerjaannya pun gak berat, hanya menyapu dan membersihkan sampah, jadi gak perlu khawatir akan direpotkan dengan tugas piket. Soal kamar mandi yang sedikit dan sempit, aku lama kelamaan terbiasa dengan sempitnya kamar mandi, dan karena jadwal belajar kami dibagi menjadi dua (kelas A dan B dimana penghuni masing-masing kamar dibagi menjadi dua kelompok kelas A dan B) jadi kami gak perlu repot-repot terlalu mengantre untuk mandi pagi hari menjelang belajar ke tempat kursus. Dan soal jarak camp yang cukup jauh dengan tempat kursus, kami semua bisa menyewa sepeda yang disediakan oleh Logico, harganya berkisar 80,000 hingga 100,000 sebulan. Aku sendiri menyewa sepeda yang beda dari yang lain (keranjangnya ada tutupnya warna pink gemez gitu lah) tapi dengan harga 80,000. Sebenarnya bisa saja cari tempat sewa sepeda lain yang harganya lebih murah, tapi sewa di tempat terdekat memang lebih nyaman dan gak repot. Nah, pada TOEFL Camp periode September 2018 (masa belajar 10 September-8 Oktober 2018), ada 30 orang yang menempati camp tersebut, jadi bisa dibayangkan betapa ramainya camp tempat tinggalku, hehe tapi justru disitu asiknya, aku jadi bisa kenal dengan banyak orang dari berbagai penjuru Indonesia. Teman sekamarku aja berasal dari berbagai daerah, ada Anggi dari Tegal, Meri dari Pekan Baru, Harmi dari Bekasi, dan Mbak Okta dari Padang, belum lagi teman-teman kamar lain.

Jadi aku tinggal di kamar 7 dengan teman-teman ini.
Dan kasurnya susun gitu.
Biar ditempatin berlima tapi kamarnya masih ada space buat solat dan makan hehe. Dan bersyukur soalnya beberapa kamar di camp sempit banget gak kayak yang aku tempatin.

Dan yang aku suka dari camp ini adalah rapi dan bersih.

Inilah kamar mandi mungil kami, dan ada tempat untuk nyimpen alat-alat mandi yang rapi banget.
Terus ada tangga menuju tempat jemuran juga.

Jadi inilah sepeda pink aku yang gemez banget, yang keranjangnya ada tutupnya.

Soal jadwal, semua partisipan TOEFL Camp memulai aktivitas sejak subuh yaitu sekitar jam 4 untuk salat, kemudian belajar di ruang kelas di Logico (untuk penghuni Logico Girls’ Camp) dari jam 5 pagi hingga jam 6 pagi. Pelajarannya cenderung ringan, hanya seputar hapalan vocabulary sesuai tema bacaan yang sering muncul di soal TOEFL, kemudian speaking dalam bentuk debat, dan listening lagu-lagu atau idioms, ya ibaratnya pemanasan pagi-pagi lah ya. Kemudian setelah itu ada kelas yang dimulai pada jam 7 dan jam 8:30, tergantung kelasnya. Aku sendiri kelas B, jadi aku memulai kelas di tempat kursus Elfast pada jam 8:30, dimulai dengan kelas listening hingga jam 10, kemudian kelas structure hingga jam 11:30. Setelah itu istirahat sampai jam 14:30 untuk kelas reading, dan jam 16 untuk kelas structure lagi hingga 17:30. Setelah itu jam 19 dilanjut TOEFL scoring yaitu latihan mengerjakan soal-soal TOEFL untuk mengukur kemampuan kita. TOEFL scoring dilaksanakan pada Senin, Rabu, dan Jumat, dengan tingkatan berbeda setiap harinya mulai dari Simple, Average, hingga Complicated, begitu seterusnya setiap minggu untuk membandingkan nilai TOEFL kami. Kemudian untuk Selasa malam dan Kamis malam kita bisa mengikuti Night Study Club dimana kita bisa belajar soal-soal structure TOEFL, Night Study Club sifatnya gak wajib, jadi aku hanya mengikuti 3 kali selama sebulan hehe, sisanya istirahat di camp atau nongkrong. Hari Sabtu dan Minggu adalah hari bebas, tapi jadwal piket tetap berjalan. Biasanya kami olahraga ke Pare Car Free Day di Jalan Jend. Sudirman Pare yang jaraknya kurang lebih sama seperti jarak dari Logico ke Elfast. Tapi kalau aku sih kebanyakan jajannya daripada olahraganya hehe.

Penampakan gedung Elfast nih.

Itu kelasku, di lantai atas, namanya kelas Modal 3.

Ini tempat parkirnya.

Ini ruangan buat Night Study Club di lantai atas banget, lupa lantai berapa.
It was our last Night Study Club. Sepi banget, dan aku tumben banget dateng pertama.

Ini kelas di Logico, tempat kami Kelas Pagi dan TOEFL scoring. It was 5 am when i took this photo.
Lagi, tumben dateng awal.

Jadi kami belajar dengan meja-meja kecil itu, setelah selesai ya kami rapikan lagi. Ini di ruang kelas Logico.

Soal teman-teman sekelasku, mereka semua asik, solid, rame, dan baik banget. Terbukti dari seringnya kami kumpul dan piknik bareng. Bener-bener bikin kangen.

Kelas B tukang kumpul-kumpul. Malam itu seru banget main game dan bedak-bedakan. Gemez lah pokoknya.



Ini waktu tuker-tukeran kenang-kenangan gitu lah.

Hari-hari terakhir di Kampung Inggris, harus banget foto di situ.

Dengan Meri dari Pekan Baru.

Menjelang kepulangan banget. Anggi dan Meri, teman-teman pertama di camp.

Soal tutornya, hmm, mereka punya cara mengajar masing-masing yang disesuaikan dengan materi mereka. Dan masalah enak atau gak-nya metode mengajarnya yaaa balik lagi ke diri masing-masing enaknya cara belajar yang seperti apa. Aku kurang bisa jelasin masalah ini.

Penghuni Logico Camp

Kelas B dengan tutor kami.

Kelas B dengan tutor kami.

Kelas B dengan tutor kami.

Kelas B dengan tutor kami.

Berikutnya tentang tempat kursus Elfast. Elfast beralamat di jalan Kemuning, Tulungrejo, Pare. Tempatnya besar seperti sekolah. Bentuknya persegi panjang tingkat dimana sisi-sisinya dipenuhi ruang kelas yang masing-masing diberi nama materi-materi grammar bahasa Inggris seperti Modal, Auxilary, dan sebagainya. Kelasku sendiri ada di lantai 2, namanya Modal 3. Kami duduk di karpet, dengan meja-meja belajar kecil. Persis seperti ruang kelas di Logico yang kami pakai setiap pagi. Di tengah gedung Elfast terdapat tempat parkir persegi panjang yang luas yang digunakan untuk parkir motor dan sepeda. Overall tempat kursus Elfast nyaman, bersih, dan adem.

And the last but not least, karena ini sangat penting, tempat makan. Di sepanjang jalan Brawijaya, jalan besar yang setiap hari kulalui ketika pergi dan pulang terdapat banyak warung-warung makanan, mulai dari makanan rumahan, masakan padang, masakan seperti pecel lele, ayam geprek, bahkan camilan, dan ada juga minimarket hingga cafe-cafe kekinian, kalau bosan dengan menu itu-itu saja, bisa melipir ke daerah lain di Jalan Anyelir yang menawarkan lebih banyak tempat makan kekinian, jadi gak perlu bingung soal makanan di sana. Kalau aku sendiri sih gak banyak milih soal makanan sih, aku sering beli makanan dari warung murah di depan Elfast, terus beli pecel ayam atau pecel lele Pak Gendut di Jalan Brawijaya, atau ayam geprek di jalan Brawijaya, dan sesekali jajan pentol atau makan ramen.

Yes, itu dia ceritaku soal TOEFL Camp di Elfast, Kampung Inggris. Sebenarnya ada banyak hal yang masih bisa diceritakan, tapi tanganku sudah pegal-pegal. Semoga review singkat sekaligus ceritaku soal pengalamanku belajar di Kampung Inggris bermanfaat!


See you on my next post!

Comments

  1. Pas baca tulisan ini, kerasa bgt serunya bisa belajar di sana. Jd inget wkt dulu mau berangkt ke sana tp batal krn gunung kelud meletus huhu

    ReplyDelete
    Replies
    1. wah, udah lumayan lama yaaa. alhamdulillah punya kesempatan ke sana di waktu yang tepat. harus banget dicoba!

      Delete
  2. mbak, untuk daftarnya apa musti konfirm dulu ke CP nya?

    ReplyDelete
  3. Di camp logico ada wifi gak?

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Review: Critical Eleven (Film)

PS: Postingan ini bukan hanya berisi review film, tapi juga sedikit cerita pengalaman nekat menonton film naik motor sendiri Taktakan-Serang-Cilegon panas-panasan saat puasa. Alhamdulillah, rasa penasaranku terobati. I’ve finally watched Critical Eleven! Ya, rasanya memang selalu kurang afdol jika kamu sudah membaca sebuah karya yang menurutmu menarik, tapi kamu tidak menyaksikan karya tersebut dalam bentuk film. Ketika film dari buku yang kamu sukai muncul, setidaknya ada perasaan penasaran dan dorongan untuk membandingkannya dengan buku yang sudah kamu baca, kan? Setidaknya itulah yang terjadi padaku. Sabtu, 10 Juni 2017, tepatnya sebulan setelah film Critical Eleven mulai tayang di bioskop, aku melihat postingan instagram Ika Natassa yang merupakan penulis novel Critical Eleven, katanya film yang diangkat dari novelnya itu masih tayang di beberapa bioskop, salah satunya di Cilegon. Tanpa babibu aku langsung mengecek jadwal film di Cinema XXI Cilegon dan mendapati bahwa ku

Gila Followers?

Pernah baca "FOLLBACK GUE DONG..." di timeline twitter kalian atau di mention tab kalian? atau   "eh, follow blog gue ya!" yang disisipkan di antara komentar postingan blog kalian? atau  "woy, gue baru bikin tumblr nih. follow back ya!"  lewat chat facebook kalian atau di timeline twitter? Nah, kali ini gue cuma mau sharing aja ya tentang pengalaman gue tentang si gila followers . Jujur, jaman gue masih SMP (baru kenal twitter) kerjaan gue selain ngetwit ya minta difollow back sama artis-artis mancanegara. Tapi lambat laun gue tahu bahwa minta follow back orang yang belum dikenal itu sangat mengganggu dan gak sopan. Nah, sejak itu gue gak pernah minta follow back lagi kecuali kepada temen-temen deket gue yang baru bikin twitter. Beberapa bulan yang lalu... eh udah setahun sih, gue mendapati temen gue minta di-follow-back tumblr-nya karena dia baru membuat tumblr . Dia memberitahukan gue lewat chat facebook . Nah, karena gue gak enak hati sam

Do Not Rape Our National Heritages!

Today we can hear so many news on television about our national heritage which are stolen by other country.  We can search on google with the keyword “mencuri kebudayaan” and there are more than a million result in less than a second. It proved that there were bunch of people find the information about it. What kind of national heritage which is stolen by that country? Why are they steal our national heritages? And how to solve this case? Our national heritages is not only tangible heritages like Candi Borobudur or Taman Nasional Komodo, but we also have so many Intangible cultural heritages which is manifested through these points below: 1. Oral traditions and expressions (including Language). e.g., Bahasa Jawa, Bahasa Sunda, Bahasa Melayu, Bahasa Madura, Bahasa Padang, etcetera. 2. Performing arts (such as traditional music, dance and theatre) e.g., Gamelan (from Center Java, East Java and Bali), Tari Pendet (from Bali), Lenong (from Jakarta, Indonesia), etcetera