Skip to main content

Aku Ya Begini, Tulisanku Ya Begini, Blogku Ya Begini

Long time no post some words here. I miss you, blog.

Maaf jika aku hanya menengokmu ketika aku butuh kamu, annisaratu23.blogspot.co.id. Akhir-akhir ini aku disibukan dengan tugas-tugas kuliah dan kegiatan di kampus.

Sekarang aku ingin bercerita lagi kepadamu, blog.

Well, i do have a journal to write down any kind of feeling. But today, i want you to know that you are my very important friend of mine that always makes me want to pour those shits to you so i can feel better.

Blog, you are such a healer.

I do not really care if people give a shit of my stories here, because they just do not understand how this blog really help me through my days.

Dulu aku sering banget curhat di sini, tapi banyak banget yang cerewet soal curhatanku sampai ada beberapa postingan yang aku hapus. Memang salah jika aku menuangkan segala bentuk emosiku ke halaman blog pribadiku sendiri? Aku tidak pernah benar-benar ingin mereka membaca blogku. So, what's your problem then?

Pernah ada teman yang bilang seperti ini, "Munafik banget lo tulisan di blog lo pake aku-kamu".

Terus apa masalahmu? Bukankah kita bisa menjelma jadi siapapun ketika kita bercerita?

Apa maksud kata munafik di kalimatmu itu, teman?

Jika kamu mau scrolling ke bawah dan melihat postingan-postinganku yang lain, kamu bisa melihat bahwa tulisanku campur-aduk, berantakan, ada yang memakai kata ganti aku-kamu, ada yang memakai kata ganti gue-lo, ada yang memakai kata ganti saya-kamu. So, what? Aku menulis sesuai suasana hatiku karena salah satu tujuanku membuat blog ini (yang paling utama) adalah untuk melepaskan segala emosi jiwa, baik itu yang membahagiakan atau yang menyedihkan.

Terlepas dari itu, di kehidupan sehari-hariku, aku juga terbiasa mengubah kata ganti seorang Annisa Ratu menjadi aku, saya, atau gue, tergantung situasi, dengan siapa aku berbicara, dan suasana hati.

So what do you mean by munafik, then?

Kata-kata itu masih teringat di otakku dan tidak akan hilang sampai aku menemukan jawabannya, apa arti munafik dalam kalimatmu, teman?

Aku malas bertanya, karena tidak mau berdebat. Aku malas menyerang, karena percuma. Kamu hanya tidak tahu bagaimana rasanya menulis dengan berbagai macam suasana hati. Kebanyakan dari orang kan memang hanya menulis menunggu suasana hatinya baik. Aku tidak. Itu lah mengapa tulisanku memiliki bau yang berbeda. Bukan hanya kata gantinya, tapi juga emosi yang ada di dalamnya. Bentuk tulisan apapun itu, entah itu curahan hati masalah sehari-hari, hingga review buku atau tempat, atau even tertentu yang aku ikuti.

Jadi, aku ya begini, tulisanku ya begini, blogku ya begini. Ini hak aku. Toh aku selalu menjaga tulisanku agar tidak mencemarkan nama baik orang lain. So, what is your problem then?

Kebetulan ada seorang teman yang pernah pakai display picture BBM gambar ini
Katanya sih kata-kata itu adalah pepatah Arab.

Mungkin itulah pepatah yang cocok untuk orang-orang di sana, juga diriku sendiri sebagai pegangan untuk berperilaku dan berkata-kata.

See you on my next post!

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Review: Critical Eleven (Film)

PS: Postingan ini bukan hanya berisi review film, tapi juga sedikit cerita pengalaman nekat menonton film naik motor sendiri Taktakan-Serang-Cilegon panas-panasan saat puasa. Alhamdulillah, rasa penasaranku terobati. I’ve finally watched Critical Eleven! Ya, rasanya memang selalu kurang afdol jika kamu sudah membaca sebuah karya yang menurutmu menarik, tapi kamu tidak menyaksikan karya tersebut dalam bentuk film. Ketika film dari buku yang kamu sukai muncul, setidaknya ada perasaan penasaran dan dorongan untuk membandingkannya dengan buku yang sudah kamu baca, kan? Setidaknya itulah yang terjadi padaku. Sabtu, 10 Juni 2017, tepatnya sebulan setelah film Critical Eleven mulai tayang di bioskop, aku melihat postingan instagram Ika Natassa yang merupakan penulis novel Critical Eleven, katanya film yang diangkat dari novelnya itu masih tayang di beberapa bioskop, salah satunya di Cilegon. Tanpa babibu aku langsung mengecek jadwal film di Cinema XXI Cilegon dan mendapati bahwa ku

Gila Followers?

Pernah baca "FOLLBACK GUE DONG..." di timeline twitter kalian atau di mention tab kalian? atau   "eh, follow blog gue ya!" yang disisipkan di antara komentar postingan blog kalian? atau  "woy, gue baru bikin tumblr nih. follow back ya!"  lewat chat facebook kalian atau di timeline twitter? Nah, kali ini gue cuma mau sharing aja ya tentang pengalaman gue tentang si gila followers . Jujur, jaman gue masih SMP (baru kenal twitter) kerjaan gue selain ngetwit ya minta difollow back sama artis-artis mancanegara. Tapi lambat laun gue tahu bahwa minta follow back orang yang belum dikenal itu sangat mengganggu dan gak sopan. Nah, sejak itu gue gak pernah minta follow back lagi kecuali kepada temen-temen deket gue yang baru bikin twitter. Beberapa bulan yang lalu... eh udah setahun sih, gue mendapati temen gue minta di-follow-back tumblr-nya karena dia baru membuat tumblr . Dia memberitahukan gue lewat chat facebook . Nah, karena gue gak enak hati sam

Do Not Rape Our National Heritages!

Today we can hear so many news on television about our national heritage which are stolen by other country.  We can search on google with the keyword “mencuri kebudayaan” and there are more than a million result in less than a second. It proved that there were bunch of people find the information about it. What kind of national heritage which is stolen by that country? Why are they steal our national heritages? And how to solve this case? Our national heritages is not only tangible heritages like Candi Borobudur or Taman Nasional Komodo, but we also have so many Intangible cultural heritages which is manifested through these points below: 1. Oral traditions and expressions (including Language). e.g., Bahasa Jawa, Bahasa Sunda, Bahasa Melayu, Bahasa Madura, Bahasa Padang, etcetera. 2. Performing arts (such as traditional music, dance and theatre) e.g., Gamelan (from Center Java, East Java and Bali), Tari Pendet (from Bali), Lenong (from Jakarta, Indonesia), etcetera