Skip to main content

Pengabdian Pada Masyarakat (PPM)

Long time no post. I really miss my blog huaaaaa...

20 hingga 25 Januari kemarin aku dan teman-teman Ikatan Mahasiswa Bahasa Jerman atau yang biasa disebut Deutsch Studenten Verband (DSV) mengikuti acara tahunan yaitu Pengabdian Pada Masyarakat yang dilaksanakan di Dusun Dua (Cisaat) Desa Margaluyu, Kec. Pangalengan, Kab. Bandung.

Singkat cerita, PPM dilaksanakan dari hari Senin hingga Sabtu. Ada banyak acara yang kami selenggarakan, bukan hanya kegiatan mengajar di SD Negeri Pelita II dan SD Negeri Sukagalih, tapi juga ada penyuluhan kesehatan, bazar, pensi, kerja bakti, pengajian, membangun tugu, membangun perpustakaan, perlombaan pildacil, cerdas cermat, puisi, permainan tradisional, futsal dan lain-lain.

Setiap harinya kami disibukan dengan acara-acara yang sudah kami rencanakan sebelumnya. Bangun sebelum subuh, mandi, sholat, sarapan bersama, mengajar di sekolah serta melakukan rangkaian kegiatan yang sudah disusun.

Aku kebagian mengajar kelas 5A SD Negeri Pelita II. Seruuu sekali. Aku sempat mengajari mereka IPA, Matematika, Seni Budaya dan Olahraga. Wah pokoknya aku senang sekali bisa mengajari mereka ilmu-ilmu.

Namun ada hal yang membuatku prihatin. Mereka adalah siswa-siswa yang duduk di kelas 5 SD, yang seharusnya sudah lancar membaca dan menulis serta berhitung penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian sederhana. Tapi nyatanya banyak dari mereka yang bahkan membaca saja tidak bisa, huruf abjad saja seperti sangat asing bagi mereka. Ada salah satu muridku yang tidak bisa membaca dan menulis padahal dia sudah kelas 5 SD. Beberapa temannya pernah bercerita padaku bahwa dia pernah sekali tidak naik kelas. Seharusnya sekarang dia sudah kelas 6 SD. Tapi kalau menurutku pribadi, anak seperti dia---aku lupa namanya, masih belum pantas untuk duduk di kelas 5, karena membaca dan menulis saja dia tidak bisa. Aku sudah berkali-kali melakukan pendekatan dengannya, berusaha mengajarkannya membaca tulisan di papan tulis, tapi dia menolak dan malah pergi mengganggu teman-temannya yang lain. Aku kasihan sekali dengannya, dia sering sekali diejek oleh teman-temannya karena dia pernah tinggal kelas, sesekali dia juga memberontak, melawan teman-temannya dengan melakukan tindakan kekerasan fisik seperti memukul dan menendang temannya.

Rata-rata dari mereka tidak memiliki semangat belajar di kelas terutama belajar pelajaran matematika. Aku pernah sekali mengajarkan mereka matematika, yang terlihat antusias hanya beberapa orang saja. Pada pertemuan yang selanjutnya saat aku mengajak mereka mengulangi lagi pelajaran matematika yang aku ajarkan beberapa hari sebelumnya, tapi mereka malah menolaknya dan mengusulkan kepadaku agar aku mengajarkan mereka pelajaran seni budaya terlebih dahulu baru setelahnya matematika. Yah, begitulah mereka. Sulit sekali menjadi guru, terlebih menjadi guru di sebuah sekolah di pedesaan, yang siswa-siswanya masih kurang disiplin karena budaya belajar mereka masih kurang. Jangankan siswa-siswanya, aku banyak mendengar cerita dari mereka bahwa guru-guru mereka jarang menghadiri pertemuan di kelas dengan mereka. Adapun jadwal pelajaran yang terpampang di papan putih depan kelas seperti tidak ada gunanya, mereka belajar pelajaran yang tidak sesuai dengan yang tertera di jadwal. Bagaimana target mereka bisa terpenuhi jika mereka belajar tidak sesuai dengan jadwal pelajaran? Banyak sekali mata pelajaran yang tertinggal. Jadwal pelajaran yang sudah disesuaikan dengan kurikulum pendidikan pun jadi seperti tidak ada gunanya.

Saat istirahat aku membaur dengan mereka. Sambil bermain lompat tinggi atau sekedar berbincang di kelas, aku sering memberi mereka motivasi untuk terus belajar dan mengejar cita-cita. Semoga saja mereka dapat mengingat kata-kataku dan terinspirasi hingga mereka dapat bersemangat mengejar cita-cita. Amin.

PPM benar-benar memberikan banyak sekali pelajaran berharga. Tentang betapa sulitnya hidup di pegunungan---mau mandi saja harus menimba air dulu. Tentang betapa besar perjuangan anak-anak SD Negeri Pelita II dan SD Negeri Sukagalih---yang harus menempuh perjalanan jauh untuk bisa sampai di sekolah. Tentang perjuangan masyarakat pedesaan untuk menyambung hidup---harus bangun sebelum mata hari terbit dan pergi ke sawah dan kebun untuk becocok tanam serta mengurus ternak mereka.

Tidak sedikitpun aku menyesal mengikuti PPM walaupun PPM memotong waktu liburanku. Awalnya memang aku tidak betah karena padatnya agenda kegiatan yang harus kami lakukan serta udara yang menusuk tulang. Namun setelah seminggu aku tinggal dan membaur bersama masyarakat Desa Margaluyu, aku jadi sadar bahwa orang-orang seperti kami, para mahasiswa, memang dibutuhkan untuk membantu warga desa memajukan desa mereka serta memotivasi mereka untuk terus bersemangat menempuh pendidikan demi menaikan taraf hidup mereka.

Sesungguhnya masih banyak lagi yang ingin aku ceritakan, tapi ya itulah garis besar ceritaku selama mengikuti PPM. Benar-benar pengalaman yang berharga.

Bersama murid-muridku. Kelas 5A SD Negeri Pelita II.

Sebelum akhirnya mereka menangis karena mereka tahu aku akan kembali ke Bandung. Mereka memeluk tubuhku erat sekali. Hal itu benar-benar membuatku terharu hingga aku ikut menangis.

Nirina, Wina, Riska, Sivia, Elsa, Elis, Meli, Rijal dan lain-lain.

Surat dari Elis

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Review: Critical Eleven (Film)

PS: Postingan ini bukan hanya berisi review film, tapi juga sedikit cerita pengalaman nekat menonton film naik motor sendiri Taktakan-Serang-Cilegon panas-panasan saat puasa. Alhamdulillah, rasa penasaranku terobati. I’ve finally watched Critical Eleven! Ya, rasanya memang selalu kurang afdol jika kamu sudah membaca sebuah karya yang menurutmu menarik, tapi kamu tidak menyaksikan karya tersebut dalam bentuk film. Ketika film dari buku yang kamu sukai muncul, setidaknya ada perasaan penasaran dan dorongan untuk membandingkannya dengan buku yang sudah kamu baca, kan? Setidaknya itulah yang terjadi padaku. Sabtu, 10 Juni 2017, tepatnya sebulan setelah film Critical Eleven mulai tayang di bioskop, aku melihat postingan instagram Ika Natassa yang merupakan penulis novel Critical Eleven, katanya film yang diangkat dari novelnya itu masih tayang di beberapa bioskop, salah satunya di Cilegon. Tanpa babibu aku langsung mengecek jadwal film di Cinema XXI Cilegon dan mendapati bahwa ku

Review: Himouto! Umaru-chan (Anime TV Series)

Cover Serial Televisi Anime Himouto! Umaru-chan Judul                 : Himouto! Umaru-chan Penulis              : Takashi Aoshima Sutradara         : Masahiko Ohta Tahun Tayang : 2015 Himouto! Umaru-chan adalah serial manga yang  ditulis oleh Sankaku Head yang kemudian diadaptasi ke dalam serial televisi pada tahun 2015 lalu, tepatnya anime ini tayang pada tanggal 9 Juli 2015 hingga 24 September 2015. Kemarin saya baru saja selesai menonton serial anime ini. Hanya ada 12 episodes, sehingga tidak membutuhkan banyak waktu untuk mengetahui akhir cerita serial anime bergenre komedi ini. Umaru adalah seorang gadis SMA yang sangat pintar, berbakat, baik hati, sangat cantik, serta menarik, sangat sempurna sehingga semua orang menyukainya. Namun sifat-sifat tersebut berubah drastis seketika Umaru masuk ke dalam apartemen kecil kakaknya, Taihei. Umaru berubah menjadi seorang pemalas. Ia hanya mau bermain game, makan, dan tidur. Oke, langsung lanjut ke epis

Do Not Rape Our National Heritages!

Today we can hear so many news on television about our national heritage which are stolen by other country.  We can search on google with the keyword “mencuri kebudayaan” and there are more than a million result in less than a second. It proved that there were bunch of people find the information about it. What kind of national heritage which is stolen by that country? Why are they steal our national heritages? And how to solve this case? Our national heritages is not only tangible heritages like Candi Borobudur or Taman Nasional Komodo, but we also have so many Intangible cultural heritages which is manifested through these points below: 1. Oral traditions and expressions (including Language). e.g., Bahasa Jawa, Bahasa Sunda, Bahasa Melayu, Bahasa Madura, Bahasa Padang, etcetera. 2. Performing arts (such as traditional music, dance and theatre) e.g., Gamelan (from Center Java, East Java and Bali), Tari Pendet (from Bali), Lenong (from Jakarta, Indonesia), etcetera