Skip to main content

Resensi Buku: 99 Cahaya di Langit Eropa (Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa)


Judul                : 99 Cahaya di Langit Eropa
Penulis             : Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra
Penerbit           : PT. Gramedia Pustaka Utama
Cetakan           : Ketujuh, April 2012
Genre               : Novel Perjalanan
Tebal               : 412 Halaman

            Buku yang ditulis oleh Hanum Salsabiela Rais beserta sang suami Rangga Almahendra ini merupakan sebuah buku perjalanan rohani mereka ke tempat-tempat di Eropa serta menguak kisah-kisah sejarah peradaban Islam di Eropa yang pernah berjaya beberapa abad lalu. Dalam buku ini, perjalanan mereka terbagi menjadi empat rute utama: Wina (Austria), Paris (Perancis), Cordoba dan Granada (Spanyol), dan Istanbul (Turki).

            Petualangan mereka dimulai di Wina Austria, sesungguhnya tujuan utama mereka ke Austria adalah karena Rangga mendapatkan beasiswa doktoral di Wirtschaftsuniversität Wina, Austria. Hanum yang awalnya tidak ikut Rangga ke Austria akhirnya menyusul empat bulan setelah keberangkatan Rangga dari Indonesia. Di sana Hanum bekerja untuk proyek Video Podcast Executive Academy di Universitas tempat suaminya menuntut ilmu. Hanum juga mengikuti kursus Bahasa Jerman untuk mengisi waktu luangnya. Di tempat kursus Bahasa Jerman tersebut, Hanum bertemu dengan seorang perempuan imigran Turki bernama Fatma Pasha yang akhirnya membawanya memperkenalkan tempat-tempat menarik di Austria serta menceritakan sejarah-sejarah tempat-tempat tersebut  yang tidak disangka masih berkaitan erat dengan sejarah Islam. Hanum dan Fatma juga bermimpi untuk menjelajah Eropa bersama-sama untuk menyaksikan peninggalan peradaban Islam di negara-negara Eropa yang pernah berjaya dan menjadi penerang yang selanjutnya menginspirasi bangsa-bangsa lain untuk dapat maju seperti Islam pada saat itu. Tidak disangka mimpi mereka berdua yang mereka ungkapkan di dapur sederhana di rumah Fatma membakar semangat Hanum dan Rangga untuk menjelajahi Eropa dan mencari peninggalan-peninggalan Islam.

            Di Perancis Hanum berjalan-jalan dengan ditemani oleh Marion Latimer, seorang peneliti di Arab World Institute Paris yang kemudian mengajaknya menelusuri jejak Islam di Eropa dengan menceritakan sejarah di balik lukisan-lukisan dan benda-benda peninggalan peradaban Islam yang terdapat di museum Louvre serta menguak misteri-misteri mengenai bangunan-bangunan yang dibangun pada masa kekaisaran Napoleon Bonaparte.

            Cordoba dan Granada di Spanyol menjadi tujuan Hanum dan Rangga karena Mezquita dan Al-Hambra merupakan bangunan-bangunan bersejarah yang penuh dengan misteri dan fakta-fakta indah sekaligus menyakitkan. Mengenai masjid yang diubah menjadi gereja, mengenai istana kerajaan Islam yang berhasil direbut oleh penguasa kerajaan Katolik, serta mengenai masyarakatnya yang dipaksa untuk berpindah agama ketika kekuasaan berpindah tangan.

            Turki merupakan tujuan wajib bagi pasangan suami istri ini karena di sana terdapat masjid-masjid bersejarah yang banyak dikunjungi oleh turis-turis dari seluruh belahan dunia karena keindahannya dan tentu saja karena memiliki cerita menarik yang syarat akan sejarah kekuasaan umat Islam dan Kristen serta perang Salib yang terjadi selama bertahun-tahun lamanya.

            Cerita dalam buku ini dikemas dengan baik oleh penulis sehingga pembaca dapat membayangkan bagaimana keadaan Eropa sejak Islam masih berjaya di Eropa hingga saat ini, ketika Islam sudah tidak lagi berjaya di bumi Eropa. Dalam buku ini imajinasi para pembaca seperti dipaksa untuk keluar karena pendeskripsian yang lengkap dan jelas yang disampaikan oleh penulis. Bahasa yang digunakan juga mudah untuk dipahami sehingga membuat pembaca bersemangat untuk terus membuka halaman-halamannya.

            Buku yang syarat akan sejarah ilmu pengetahuan dan nilai-nilai kehidupan ini juga menuntun para pembaca untuk belajar dan menarik nilai-nilai yang terkandung dalam kehidupan yang dialami oleh penulis selama perjalanannya di Eropa untuk nantinya diaplikasikan di kehidupan nyata para pembaca.

            Buku ini juga dilengkapi dengan peta-peta negara yang dikunjungi oleh penulis sehingga kita dapat mengetahui dengan pasti dimana letak tempat-tempat bersejarah yang Hanum dan Rangga kunjungi. Di halaman belakang terdapat kronologi kejadian-kejadian penting yang dialami oleh Islam sejak abad ke-7 hingga abad ke-21 dan buku ini juga dilengkapi dengan beberapa halaman yang dicetak berwarna yang memuat foto-foto beberapa tempat menarik yang terdapat di negara-negara yang mereka kunjungi.

            99 Cahaya di Langit Eropa merupakan bacaan yang layak bagi mereka yang ingin mempelajari sejarah dan perkembangan Islam dengan mudah. Tidak salah bila buku ini menjadi salah satu best seller Penerbit Gramedia Pustaka Utama dan sudah dicetak ulang sebanyak lebih dari tujuh kali sejak awal terbit pada bulan Juli 2011.

Comments

Popular posts from this blog

Review: Critical Eleven (Film)

PS: Postingan ini bukan hanya berisi review film, tapi juga sedikit cerita pengalaman nekat menonton film naik motor sendiri Taktakan-Serang-Cilegon panas-panasan saat puasa. Alhamdulillah, rasa penasaranku terobati. I’ve finally watched Critical Eleven! Ya, rasanya memang selalu kurang afdol jika kamu sudah membaca sebuah karya yang menurutmu menarik, tapi kamu tidak menyaksikan karya tersebut dalam bentuk film. Ketika film dari buku yang kamu sukai muncul, setidaknya ada perasaan penasaran dan dorongan untuk membandingkannya dengan buku yang sudah kamu baca, kan? Setidaknya itulah yang terjadi padaku. Sabtu, 10 Juni 2017, tepatnya sebulan setelah film Critical Eleven mulai tayang di bioskop, aku melihat postingan instagram Ika Natassa yang merupakan penulis novel Critical Eleven, katanya film yang diangkat dari novelnya itu masih tayang di beberapa bioskop, salah satunya di Cilegon. Tanpa babibu aku langsung mengecek jadwal film di Cinema XXI Cilegon dan mendapati bahwa ku

Gila Followers?

Pernah baca "FOLLBACK GUE DONG..." di timeline twitter kalian atau di mention tab kalian? atau   "eh, follow blog gue ya!" yang disisipkan di antara komentar postingan blog kalian? atau  "woy, gue baru bikin tumblr nih. follow back ya!"  lewat chat facebook kalian atau di timeline twitter? Nah, kali ini gue cuma mau sharing aja ya tentang pengalaman gue tentang si gila followers . Jujur, jaman gue masih SMP (baru kenal twitter) kerjaan gue selain ngetwit ya minta difollow back sama artis-artis mancanegara. Tapi lambat laun gue tahu bahwa minta follow back orang yang belum dikenal itu sangat mengganggu dan gak sopan. Nah, sejak itu gue gak pernah minta follow back lagi kecuali kepada temen-temen deket gue yang baru bikin twitter. Beberapa bulan yang lalu... eh udah setahun sih, gue mendapati temen gue minta di-follow-back tumblr-nya karena dia baru membuat tumblr . Dia memberitahukan gue lewat chat facebook . Nah, karena gue gak enak hati sam

Do Not Rape Our National Heritages!

Today we can hear so many news on television about our national heritage which are stolen by other country.  We can search on google with the keyword “mencuri kebudayaan” and there are more than a million result in less than a second. It proved that there were bunch of people find the information about it. What kind of national heritage which is stolen by that country? Why are they steal our national heritages? And how to solve this case? Our national heritages is not only tangible heritages like Candi Borobudur or Taman Nasional Komodo, but we also have so many Intangible cultural heritages which is manifested through these points below: 1. Oral traditions and expressions (including Language). e.g., Bahasa Jawa, Bahasa Sunda, Bahasa Melayu, Bahasa Madura, Bahasa Padang, etcetera. 2. Performing arts (such as traditional music, dance and theatre) e.g., Gamelan (from Center Java, East Java and Bali), Tari Pendet (from Bali), Lenong (from Jakarta, Indonesia), etcetera