Entahlah saat gue kuliah nanti ada pensi atau tidak
(sepertinya tidak, maka dari itu postingan ini gue kasih judul Pensi Terakhir).
Kemarin tanggal 30 April 2012 gue dan teman-teman kelas
XI-IPS 3 pensi dengan tema Bali.
Ini foto-foto kami setelah pensi:
dari kiri: Upi, Eva, Dustin, Olga, Firdaus. yang di depan: Erik dan gue |
dari kanan: gue, Eva, Upi, Vivi, Irene, Olga, Nia |
Yes, udah pada berantakan dan kelelahan setelah pensi... btw, foto-foto pas di panggung gak ada karena waktu itu gue gak kepikiran untuk bawa kamera karena sibuk memikirkan hal lain. Foto-foto saat pensi ada di temen-temen yang bawa kamera. I'll update it soon with a story behind our pensi.
UPDATE!!
Oke, pagi hari sebelum pensi (sekitar jam 7 pagi). Belum semua anak-anak datang, tapi yang sudah ada di kelas semuanya sibuk mempersiapkan diri mereka masing-masing. Karena keyboard yang harusnya gue pakai saat pensi beberapa jam lagi belum ada jadi gue isi waktu buat sarapan.
Tiba-tiba saat gue asik menikmati sarapan, gue baru ingat kalau si Agung (gitaris pensi) pernah bilang ke gue bahwa dia gak akan bawa keyboard karena gak mau repot. Pas gue bilang ke beberapa orang yang ada di situ semacam "bodo amat" gitu. Akhirnya gue meminjam handphone ke temen gue buat menelepon orang-orang yang menurut gue penting dan sangat berpengaruh bagi kelangsungan pensi kami.
Beberapa menit kemudian, gue sudah siap dengan kostum gue. Keyboard datang, gue langsung membuka bungkusnya dan colokin kabelnya sana-sini. Si Agung datang dan bla bla bla latihan sebentar dan alhamdulillah... ternyata nada dasar untuk beberapa lagu pensi yang gue pelajari berbeda dengan nada dasar yang dia pakai. At first, otomatis gue kaget. Gue gitu lohhhh Ballade Pour Adeline aja latihannya sebulan apalagi ini (lagu-lagu pop, gak ada not baloknya, cuma ada chord-chord). Gue sebagai orang yang gak bisa main pakai perasaan otomatis merasakan jantung yang mau copot dan otak yang mau geser seketika. Dia menyalahkan gue, seingat gue dia berkata seperti ini, "ih kan... makannya latihannya dari kemarin-kemarin... orang yang lain pada latihan geh lo mah enggak." Ups... gue bales aja, "keyboard aja gak ada, gimana mau latihan. (dalem hati: mikir Gung, mikir! jangan asal ngomong.)"
Si Agung pun meninggalkankan gue, gak lama kemudian si Adya dateng dan ngomong ke gue, "Tu, maaf ya ini mah bukannya lo gak bisa main keyboard atau apa, tapi kan yang lain udah pada siap ya. Yang nyanyi, Si Agung juga udah siap. Nanti kan kalau lo-nya belum lancar ntar pensinya jadi berantakan. Nanti lo gabung sama anak vocal aja ya. Maaf maaf aja ini mah ya bukannya lo gak bisa main keyboard." Gue jawab, "Oke, gak apa-apa... lagian gue juga gak mau main keyboard kok."
Saat itu gue legaaaaa. Yang gue tahu saat itu adalah Bu Sri gak akan memaki-maki gue. Tapi disamping itu gue kesal. Ngapain ya gue capek-capek latihan kalau ujung-ujungnya kayak gini? Sebenarnya kalau yang satu ini (rasa kesal saat itu) adalah salah gue. Seharusnya kalau gue gak mau capek-capek latihan keyboard, gue harusnya bilang ke anak-anak yang beberapa bulan yang lalu menginginkan gue untuk memainkan alat itu. Tapi saat itu gue terlalu berpikir panjang.
Saat itu adalah hari Kamis jam pelajaran terakhir, saat itu dilaksanakan pemilihan posisi untuk pensi. Nah, pada saat itu gue pikir kalau gue bilang ke temen-temen gue bahwa gue gak mau main keyboard adalah hal yang percuma, karena gue pikir pasti mereka akan memaksa gue untuk main alat itu. Emm bukan memaksa sih tapi tetap menginginkan gue untuk memainkan alat itu. Gue pada saat itu memikirkan apa yang akan terjadi jika gue bilang ke mereka bahwa gue tidak mau memegang keyboard untuk selamanya karena gue eneg dengan alat itu karena alasan yang gak bisa gue jelaskan. Gue punya perkiraan/dugaan bahwa kalau gue bilang begitu, urusannya pasti akan panjang mereka pasti akan bilang, "Tu... kenapa gak mau sih..." "(blablabla)" dan disamping itu juga gue berpikir, kalau bukan gue yang main keyboard, lalu siapa? Agung sudah pasti main gitar. Seandainya dia main keyboard pun, pasti kami akan kesulitan mencari pemain gitarnya. Nah beberapa minggu kemudian setelah pemilihan posisi untuk pensi, kelas kami kebagian untuk jadi petugas upacara. Saat itu orang-orang kebingungan untuk mencari siapa dirigen/conductor. Si Khairunnisa bilang, "Tu, mau gak jadi dirigen?" gue otomatis jawab, "gak lah, gak bisa." beberapa saat kemudian ada lagi yang bilang, "Tu, lo mau gak jadi dirigen?" "Mau sih, gak ada yang mau lagi tuh. lagian kan lo blablabla..." dan lagi gue jawab, "gak lah." dan sampai berkali-kali ada aja orang yang bertanya dengan pertanyaan yang sama. Pas pulang sekolah juga masih aja ada yang bertanya hal yang sama. Si Vivi bilang, "Nis, kenapa sih lo gak mau jadi dirigen padahalkan lo bisa... blablabla..." Si Dama bilang, "iya Tu, kenapa sih... blablabla..." Nah, dari situ gue tahu bahwa dugaan gue tentang apa yang akan mereka katakan jika gue bilang bahwa gue gak mau main keyboard benar.
Oke, akhirnya gue bergabung dengan anak-anak vocal saat pensi. Nah, karena gue gak hapal lagu-lagu yang liriknya banyak yang diganti itu akhirnya gue pun lipsync supaya gak merusak pensi.
Sebenarnya masih banyak banget yang ingin gue tulis disini tapi gue udah gak kuat ngetik.
So, see ya!
I gave a TED Talk a while back, which is more than twice as fast sexcam as your data plan can shovel
ReplyDeletethe bits into Safari and, once there, smoothly reacting to your gestures.