Skip to main content

Posts

Showing posts from October, 2012

Asap Perang

Pagi itu biru. Aku masih menopang tubuhku dengan lutut dan jari-jari kakiku di atas tanah. Mamaku masih berada di sampingku, bertahan dengan isak tangisnya. Di belakangku berdiri Laras dan Zahra. Laras---kekasih Angga, adikku yang sekarang sudah di sana---masih menutupi mulutnya dengan sapu tangan birunya, yang kemudian aku ketahui bahwa itu pemberian dari Angga. Beberapa remaja putih abu-abu masih berada di bawah pohon mahoni, memerhatikan kami yang masih berpanas-panasan sejak tadi. "Gar, sudah siang nih, ajak mamamu berteduh. Baju hitam kan menyerap panas." kata Ibu Dewi, guru Bahasa Indonesia sekaligus wali kelas adikku. Ibu Dewi masih ingat padaku ternyata, beliau pernah mengajariku ilmu-ilmu di tahun terakhirku. Di bangku kayu yang sewaktu-waktu bisa roboh itu Mama dan Ibu Dewi duduk. Mama masih meratap, sulit menerima realita. Aku berdiri di samping Laras sambil sesekali mengelus-elus punggungnya ketika nafasnya terengah-engah. Sulit untuk diter

Nabil

Indah duduk disana, di kursi kayu. Bersandar di tembok, meletakkan kakinya di atas kursi kayu di  sebelahnya. Ini jam istirahat, ia selalu memilih untuk seperti itu setelah ia memakan bekalnya. Jika ia tidak melakukan hal itu, ia pasti sibuk membaca novelnya. Di kursi-kursi belakang, di barisan meja kursi sebelahnya ada sekelompok perempuan---mereka selalu begitu, bercengkrama bersama sambil memakan makanan ringan atau sekedar sambil memencet keypad telepon genggam mereka. Indah diam, memikirkan sesuatu entah pelajaran, masalah di rumah atau hal-hal aneh yang memang sering kali memasuki pikiran orang-orang yang sedang menganggur sepertinya. Sambil sesekali melihat layar telepon genggamnya, menunggu sms atau telepon Indah melirik ke arah mereka yang duduk di atas kursi-kursi itu. Mereka terlihat bahagia. Terkadang Indah iri, ia selalu berkata dalam hatinya   mengapa aku tidak bisa seperti mereka yang pintar bersosialisasi? Mengapa mereka begitu mudah mendapatkan teman? Why are they s