Indah duduk disana, di kursi kayu. Bersandar di
tembok, meletakkan kakinya di atas kursi kayu di sebelahnya. Ini jam istirahat, ia selalu memilih untuk
seperti itu setelah ia memakan bekalnya. Jika ia tidak melakukan hal itu, ia
pasti sibuk membaca novelnya. Di kursi-kursi belakang, di barisan meja kursi
sebelahnya ada sekelompok perempuan---mereka selalu begitu, bercengkrama
bersama sambil memakan makanan ringan atau sekedar sambil memencet keypad
telepon genggam mereka. Indah diam, memikirkan sesuatu entah pelajaran, masalah
di rumah atau hal-hal aneh yang memang sering kali memasuki pikiran orang-orang
yang sedang menganggur sepertinya. Sambil sesekali melihat layar telepon
genggamnya, menunggu sms atau telepon Indah melirik ke arah mereka yang duduk
di atas kursi-kursi itu. Mereka terlihat bahagia. Terkadang Indah iri, ia
selalu berkata dalam hatinya mengapa aku tidak bisa seperti mereka yang pintar
bersosialisasi? Mengapa mereka begitu mudah mendapatkan teman? Why are they so
adorable?---Itu yang membuat mereka disukai banyak orang. Mengapa aku tidak
seperti mereka? Apakah ini semacam faktor hereditas? Mama bilang mama seperti
ini dulu, tidak berkawan. Atau mungkin mama berkawan tetapi hanya dengan
beberapa orang.
Tiba-tiba dari balik pintu Nabil
muncul, berjalan ke arah Indah sambil tersenyum. Indah dapat melihat dari ujung
matanya, mereka memerhatikannya. Nabil tersenyum menunjukan barisan gigi-gigi
putihnya.
“Hey Ndah!” sapanya.
Indah menyingkirkan kakinya dari
kursi di sebelahnya agar Nabil bisa duduk.
“Mau jajan nggak?”
Nabil selalu saja bertanya
seperti itu, atau ia langsung mengajak Indah ke kantin.
“Udah makan bekal.”
Indah dapat melihat Nabil yang
menoleh ke belakang, melihat perempuan-perempuan itu lalu memutar badannya kea
rah papan tulis dan melihat beberapa perempuan lain duduk dibawahnya tertawa
terbahak-bahak. Nabil tersenyum melihat tawa mereka yang lepas. Mereka juga
teman-teman Indah, mereka seperti punya kelompok sendiri---sama seperti
sekelompok perempuan yang duduk di kursi-kursi belakang itu.
“Jadi besok ada ulangan?” tanya
Nabil.
Indah tahu bahwa Nabil pasti
ingin mengajaknya pergi.
“Enggak, aku sih maunya
jalan-jalan sama kamu.”
“Indah, seandainya aku bisa
selalu berada di ruangan ini bersamamu..,”
“Kita ke toko buku yuk? Yang di sebelah
Terminal Pakupatan. Toko buku bekas sih tapi lumayan kok, kamu bisa beli
buku-buku murah disana. Beliin adik kamu komik Bil.”
Bel berbunyi, Indah melihat jam
dinding yang tergantung di antara foto Pak Presiden dan Pak Wakil Presiden. Jam
10:20. Ia menoleh ke kursi sebelahnya yang kosong, melihat perempuan-perempuan
itu berhamburan dari tempat mereka duduk tadi, bersiap untuk belajar lagi.
Indah menundukan kepalanya, lalu mengangkat kepalanya lagi dan menegakkan
tubuhnya. Bil, seandainya kamu hidup secara
nyata.
widiih, keren =D
ReplyDelete