Skip to main content

Lingkaran Insecurities dan Self Appreciation


Btw aku bingung harus ngasih judul apa, ini sudah yang paling pas menurutku.

Sepertinya bahasan soal bullying, dan insecurities gak akan selesai begitu saja aku bahas hanya dengan tiga hingga empat tulisan ringan di blogku. Tentu saja pertama, karena aku pernah mengalami menjadi si tukang bully, dan tentu saja lebih sering menjadi si korban yang sampai sekarang membawa trauma itu, kedua, karena ada banyak momen dalam hidup ini yang membuatku kembali mengingat memori soal bullying yang pernah terjadi padaku yang entah kenapa selalu berhasil menggerakan diriku untuk sekadar menulis status curhat di Twitter atau sekadar berpikir, “they shouldn’t do that” atau, “ternyata ada banyak yang merasakan hal itu, bukan cuma aku aja, tapi tetap saja itu gak membuatku tenang ya Allah kesal banget, hidup ini jahat banget” dan sebagainya. Another moment that trigger me to write this down is Imperfect movie that i’ve watched several days ago with fellow girl friends. Awalnya aku ingin membuat review dan sedikit pambahasan soal body freaking shaming ini, tapi setelah aku membaca tulisan dari Magdalene yang berjudul Imperfect Ingin Sebarkan Citra Tubuh Positif, aku jadi tertarik untuk menulis soal lingkaran body freaking shaming saja dan sedikit cara sederhana untuk keluar dari lingkaran itu, bukan soal review filmnya. Jadi tentu saja aku akan mengambil banyak referensi dari tulisan Kak Permata Adinda dari Magdalene.

Dari tulisan-tulisanku sebelumnya, tentang lingkaran bullying dan insecurities, aku banyak membahas soal kekhawatiran dan trauma yang datang dari kejadian masa lalu, dan kebanyakan adalah karena verbal bullying dan komentar negatif yang gak membangun yang tentu saja jatuhnya malah jadi bullying lagi. Jadi untuk terlepas dari lingkaran bullying dan insecurities itu kuncinya gak cuma harus bersyukur, tapi juga harus mengubah kebiasaan merisak, menyindir, berkomentar negatif, basa-basi soal hal yang bisa membuat sakit hati, dan juga harus belajar menempatkan diri kita di posisi orang lain, lebih empati dan selalu belajar memikirkan “what will happen next if i say this or that, if i do this or that”, “bagaimana jika aku ada di posisinya”, dan sebagainya, karena itulah poinnya socializing, bukan cuma haha-hihi berlomba-lomba jadi yang paling asik tapi lupa sama perasaan satu sama lain.

Balik lagi ke film Imperfect. Sebenarnya gak ada yang salah dari film Imperfect, film ini sudah cukup mengangkat isu terkini soal insecurities terutama soal tubuh kita (kebetulan filmnya lebih menyorot perempuan). Dan cara penyelesaian masalah insecurities di film ini juga diceritakan dengan gamblang melalui beberapa potongan dialog seperti, “... ubah insecure jadi bersyukur”, dan “... aku olah raga bukan buat kurus, tapi biar sehat.” Namun sayangnya film ini kurang menyoroti masalah sistem yang membuat banyak perempuan merasa insecure. Pada tulisan Kak Adinda, dibahas dua poin yang sudah sangat lumrah terjadi di lingkungan kita, yang membuat para perempuan insecure. Yaitu, komentar negatif yang gak membangun soal tubuh dan segala kekurangan perempuan (di film ini difokuskan pada tubuh), dan bagaimana seharusnya kita menilai dan menghargai diri kita sendiri seutuhnya dan sebaik-baiknya.

Poster Film Imperfect
Sumber

Soal komentar negatif tanpa solusi ini sudah sering terjadi pada kita, entah pelaku sengaja komentar tapi jatuhnya malah body shaming atau hanya sekedar basa-basi spontan yang juga jatuhnya malah body shaming. Belum lagi penghakiman asal yang sering dilontarkan di berbagai kesempatan, seperti orang kurus karena malas makan, dan orang gemuk karena sering ngemil, ini juga yang digambarkan di film Imperfect yang menurutku seperti menggeneralisasi orang langsing hobi makan salad, dan orang gemuk gak bisa jaga asupan makanan bahkan sampai sering emotional eating makanan gak sehat seperti (misalnya dalam film ini) coklat batangan. Inilah yang seharusnya diubah untuk menghancurkan lingkaran bullying ini, bukan hanya bersyukur, tapi mulai jaga mulut, mulai peduli perasaan orang lain apalagi sesama perempuan, dan berani mengingatkan.


Tweet yang cukup related dengan tulisan ini

Kemudian soal self appreciation yang masih sangat mengacu pada penilaian laki-laki, padahal penilaian laki-laki soal perempuan itu juga berdasarkan pandangan, selera, dan harapan laki-laki soal perempuan yang mereka suka. Rara dan Lulu dalam film Imperfect digambarkan masih sangat memperhatikan pendapat dan pengakuan laki-laki. Lulu sangat peduli dengan pipinya yang terlihat tembem dan pakaiannya karena komentar George, pacarnya yang sangat peduli dengan fisik dan penampilan Lulu. Sementara Rara juga digambarkan sangat memikirkan pendapat Dika, pacarnya soal Rara yang menurut Dika lebih baik jika terus berkegiatan sosial dan berpenampilan sederhana. Ini sangat lumrah terjadi di lingkungan kita, ada banyak sekali orang yang berusaha menjadi ini-itu berdasarkan penilaian dari lawan jenis, agar mereka bisa disukai dan diterima oleh lawan jenis.

Aku pernah berada di suatu momen saat teman-temanku ngobrol soal fisik dan selera laki-laki, kejadian ini sekitar setahun lalu, aku ingat salah satu temanku berkata, “Gakpapa, Bon, yang penting berisi, cowo kan sukanya yang berisi nih, kayak si Ida. Makannya gue juga bodo amat, yang penting lumayan berisi, ya bagus.” Ada kontradiksi di kalimat ini yang membuatku selalu ingat dan selalu ingin membuat tulisan soal ‘menjadi cantik sesuai dengan penilaian laki-laki’, tapi aku selalu malas untuk mulai menulis, hehe. Temanku ini bilang, “bodo amat”, tapi juga bilang, “cowo kan sukanya yang berisi”, ada yang salah dengan kalimat itu. Di satu sisi dia ingin kami semua tahu bahwa dia gak terlalu peduli dengan penilaian orang dan tetap menjalani hidup yang santai dan bodo amat, tapi di sisi lain dia memikirkan penilaian laki-laki yang (menurutnya) menyukai perempuan dengan tubuh berisi. What? Padahal untuk bisa lepas dari perasaan bersalah dan menyesal soal fisik kita dan lebih menghargai diri kita sendiri salah satunya adalah dengan menetapkan penilaian pribadi pada diri kita sendiri dan terus berusaha memperbaiki dan mencapai apa yang ingin kita capai, dan yang membuat kita bahagia, daripada terus mengejar penilaian laki-laki padahal diri kita sendiri belum tentu suka.

Jadi begitulah teman-teman, untuk lepas dari perasaan insecure itu bukan hanya dengan bersyukur, tapi juga harus lebih berani untuk speak up ketika kita gak nyaman dengan omongan orang yang menyindir fisik atau apapun dari diri kita yang sulit untuk kita ubah atau yang sedang kita perbaiki, ya walaupun sangat berpotensi untuk mendapat sindiran “baper banget sih”. Selain itu, ini yang terpenting sih, kita juga harus selalu jaga mulut, berusaha sekuat mungkin jaga mulut, mending diam dan terlihat bodoh daripada harus melontarkan kalimat yang menyakiti orang lain, always put yourself in someone’s shoes. Dan yang terakhir, ayo pelan-pelan berhenti melihat diri kita dari kacamata orang lain walaupun rasanya sulit sekali di tengah standar kecantikan yang entah dibentuk oleh siapapun itu, yang juga mempengaruhi penilaian banyak orang tentang cantik.

Btw, aku suka film Imperfect. Bagus sekali dan aku mbrebes mili nontonnya, karena aku merasa related to Rara’s situation. Good job untuk semua yang terlibat dalam film Imperfect.

See you on my next post!


Credit:
Permata, Adinda (2020, 7 Januari). 'Imperfect' Ingin Sebarkan Citra Tubuh Positif. Diakses dari https://magdalene.co/story/imperfect-ingin-sebarkan-citra-tubuh-positif.

Comments

  1. Sejak memasuki dunia perkuliahan, yang mana saya sedikit-sedikit mulai sadar bahwa bercandaan fisik itu enggak baik, entah itu bodyshaming, apalagi jatuhnya catcalling kepada perempuan. Sebisa mungkin sekarang saya bakal menghindarinya. Lagian, kalau enggak akrab-akrab banget sama orang mendingan jangan menyinggung perihal fisik. Toh, yang kenal dekat aja masih bisa tersinggung sama perkataan kawannya.

    Yang saya heran dari hal semacam ejekan fisik itu, kadang orang enggak terima diejek "gendut", tapi kok dengan gampang menghina orang kurus, padahal mereka punya masalah masing-masing. Biarpun film itu tentang perempuan (saya belum menonton juga), tapi saya sebagai cowok juga pernah dalam situasi semacam itu. Kena ledekan-ledekan sampai merasa rendah dengan penilian beberapa cewek yang bilang saya terlalu kurus, bahkan juga dikatain cacingan atau enggak makan. Udah usaha buat menggemukkan badan belum berhasil, mau gimana lagi? Orang-orang enggak pernah tahu usaha orang lain buat berdamai sama tubuh sendiri.

    ReplyDelete
  2. Belum nonton filmya, tapi dari pesan moral yang hendak disampaikan, film ini pasti keren banget.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Review: Critical Eleven (Film)

PS: Postingan ini bukan hanya berisi review film, tapi juga sedikit cerita pengalaman nekat menonton film naik motor sendiri Taktakan-Serang-Cilegon panas-panasan saat puasa. Alhamdulillah, rasa penasaranku terobati. I’ve finally watched Critical Eleven! Ya, rasanya memang selalu kurang afdol jika kamu sudah membaca sebuah karya yang menurutmu menarik, tapi kamu tidak menyaksikan karya tersebut dalam bentuk film. Ketika film dari buku yang kamu sukai muncul, setidaknya ada perasaan penasaran dan dorongan untuk membandingkannya dengan buku yang sudah kamu baca, kan? Setidaknya itulah yang terjadi padaku. Sabtu, 10 Juni 2017, tepatnya sebulan setelah film Critical Eleven mulai tayang di bioskop, aku melihat postingan instagram Ika Natassa yang merupakan penulis novel Critical Eleven, katanya film yang diangkat dari novelnya itu masih tayang di beberapa bioskop, salah satunya di Cilegon. Tanpa babibu aku langsung mengecek jadwal film di Cinema XXI Cilegon dan mendapati bahwa ku

Review: Himouto! Umaru-chan (Anime TV Series)

Cover Serial Televisi Anime Himouto! Umaru-chan Judul                 : Himouto! Umaru-chan Penulis              : Takashi Aoshima Sutradara         : Masahiko Ohta Tahun Tayang : 2015 Himouto! Umaru-chan adalah serial manga yang  ditulis oleh Sankaku Head yang kemudian diadaptasi ke dalam serial televisi pada tahun 2015 lalu, tepatnya anime ini tayang pada tanggal 9 Juli 2015 hingga 24 September 2015. Kemarin saya baru saja selesai menonton serial anime ini. Hanya ada 12 episodes, sehingga tidak membutuhkan banyak waktu untuk mengetahui akhir cerita serial anime bergenre komedi ini. Umaru adalah seorang gadis SMA yang sangat pintar, berbakat, baik hati, sangat cantik, serta menarik, sangat sempurna sehingga semua orang menyukainya. Namun sifat-sifat tersebut berubah drastis seketika Umaru masuk ke dalam apartemen kecil kakaknya, Taihei. Umaru berubah menjadi seorang pemalas. Ia hanya mau bermain game, makan, dan tidur. Oke, langsung lanjut ke epis

Do Not Rape Our National Heritages!

Today we can hear so many news on television about our national heritage which are stolen by other country.  We can search on google with the keyword “mencuri kebudayaan” and there are more than a million result in less than a second. It proved that there were bunch of people find the information about it. What kind of national heritage which is stolen by that country? Why are they steal our national heritages? And how to solve this case? Our national heritages is not only tangible heritages like Candi Borobudur or Taman Nasional Komodo, but we also have so many Intangible cultural heritages which is manifested through these points below: 1. Oral traditions and expressions (including Language). e.g., Bahasa Jawa, Bahasa Sunda, Bahasa Melayu, Bahasa Madura, Bahasa Padang, etcetera. 2. Performing arts (such as traditional music, dance and theatre) e.g., Gamelan (from Center Java, East Java and Bali), Tari Pendet (from Bali), Lenong (from Jakarta, Indonesia), etcetera