The Lion King (1994)
adalah film Disney favoritku sepanjang masa mengalahkan semua film Disney
princess yang menjadi favorit rata-rata anak perempuan pada saat itu, gak
terhitung berapa puluh kali aku menonton ini sejak aku kecil (dulu masih nonton
di VCD), sampai aku hapal semua nada lagu The Lion King 1 dan 2, bahkan hapal lirik
beberapa lagunya, dan tentu saja hapal setiap scene film-film tersebut. Saking
senangnya dengan film itu, waktu kecil aku bahkan ingin memelihara anak singa
saking gemasnya dengan Kiara dan Kovu kecil, ingin memberi nama anak masa
depanku Kiara dan Kovu seandainya mereka kembar. Selang beberapa tahun aku gak
nonton The Lion King lagi karena VCDku rusak, sampai ada bajakannya di internet
hehe.
Film-film
Disney terutama The Lion King punya sentimen tersendiri untukku karena aku
dibesarkan dengan budaya menonton kartun-kartun Disney. Jadi begitu belakangan Disney
gencar remake (membuat live action) film-film Disney Classic
aku sangat senang dan mengapresiasi sekaligus juga khawatir bahwa versi live action bisa jadi tidak sebaik versi
animasi (kartun), tahu lah, penonton tetaplah penonton dengan segala ekspektasi
dan penilaian mereka. Itu juga yang aku rasakan saat mengetahui kabar bahawa
The Lion King sedang digarap dan akan tayang 2019, betapa senangnya melihat
media sosial Disney mengupdate kabar, poster, hingga trailer film musical
tersebut, sekaligus khawatir bahwa film remake The Lion King tidak sebaik film
favorit masa kecilku.
Dan hari ini,
hari pertama pemutaran The Lion King, aku mendapat kesempatan menontonnya di
bioskop kesayangan. So here’s the review:
Judul: The Lion King
Genre: Musikal
Sutradara: Jon
Favreau
Produksi: Walt
Disney Pictures
Tanggal Rilis:
17 Juli 2019 (Indonesia)
Sebenarnya aku
agak bingung gimana mereview film ini, karena film ini sharing scenes dengan versi kartunnya. Tapi yaaa anggap saja
pembaca sama sekali belum pernah menonton The Lion King (1994). Pertama,
alurnya maju, dimulai dengan scene
ikonik, Simba kecil yang diperkenalkan ke seluruh kerajaan binatang di Afrika,
dan terus mengikuti kisah Simba seiring dia tumbuh menjadi singa dewasa.
Alurnya cepat dan cukup padat sehingga sama sekali tidak membosankan walaupun
ditonton oleh orang dewasa yang mungkin rata-rata kurang suka dengan fabel.
Karakternya ada
Simba (Donald Glover), Nala (Beyonce Knowles), Mufasa (James Earl Jones), Sarabi
(Alfre Woodard), Timon (Billy Eichner), Pumbaa (Seth Rogen), Scar (Chiwetel
Ejiofor), Rafiki (John Oliver), Zazu (John Kani), para Hyena, dll. Dilihat dari
voice actors and actresses-nya kita bisa menduga Disney benar-benar total
(tentu saja), berusaha menarik penonton dan fans artis-artis tersebut. Apalagi
beberapa aktor yang memang sudah punya suatu image, ditempatkan mengisi suara karakter sesuai image mereka, yang justru makin
menguatkan karakter dan meyakinkan calon penonton untuk menonton film ini.
Dialog dan cara
penyampaian mereka cukup ekspresif, walaupun menurutku gak sebaik versi kartun
(ya Allah, gak boleh ngebanding-bandingin, tapi aku gatel, maaf). Di beberapa scene (terutama scene sedih, dan menegangkan) intonasi bicara dan ekspresinya kurang menjiwai, jadi yang seharusnya bikin tegang atau sedih malah datar. Favoritku
adalah Scar, suara dan intonasinya bagus. Di sini Scar benar-benar dibuat gak
hanya jahat tapi juga serius dengan intonasi bicara seperti itu, agak berbeda
dari versi kartun tapi aku suka, sesuai ekspektasiku pada karakter ini.
Kemudian background musik dan lagu-lagunya
semuanya sama kecuali tambahan lagu Spirit
dari Beyonce Knowles yang video musiknya keluar hari ini juga di Youtube. Tapi
walaupun semua musik di film ini nadanya sama seperti versi 1994, namun suaranya
background musiknya dibuat agak
berbeda, penyanyi-penyanyinya pun berbeda tapi vibe megahnya masih terasa. Lagu Circle of Life masih sama megahnya, I Just Can’t Wait To Be King favoritku masih sama menggemaskannya, lagu
Can You Feel The Love Tonight masih
sama romantisnya. Yang agak beda Be
Prepared yang dibawakan Scar, versi ini lebih menyeramkan karena gak
terlalu seperti nyanyian tapi masih bernada, dua-duanya punya karakter yang gak
bisa dibandingkan dan aku suka keduanya. Hans Zimmer sebagai penata musik film
ini dan versi 1994 benar-benar sukses.
Yang terakhir,
animasinya luar biasa dan benar-benar real, Disney benar-benar total memanjakan
mata para penonton, kualitas suara yang bagus apalagi kalau ditonton di bioskop
membuat pengalaman menonton jadi semakin menyenangkan dan berkualitas.
Dan setelah
sekian tahun aku menonton berkali-kali film ini, aku baru bisa benar-benar
mengerti makna kisah fabel The Lion King. Kenapa harus The Circle of Life yang
menjadi opening song dan dibahas
beberapa kali dalam beberapa dialog? Karena hidup ini seperti lingkaran, walaupun
ada piramida kehidupan, ada makhluk yang diatas dan dibawah, namun sebenarnya
mereka saling melengkapi dan kehidupan gak akan seimbang jika komposisinya
berkurang atau bertambah karena kerakusan. Begitu juga dengan kehidupan yang
dijalankan per individu, ada suka dan duka yang terus-terusan terjadi pada kita
silih berganti agar diri ini seimbang. Hehehe begitulah analisa ala ala aku.
Overall, film ini sangat patut ditonton
dengan segala kualitas yang ditawarkan. Cocok
untuk segala usia, terutama untuk yang punya anak-anak kecil bisa banget
dikenalkan film ini, sekaligus untuk nostalgia juga.
4,5 dari 5 bintang
untuk film The Lion King!
Here’s my
favorite quote from The Lion King:
When the world turns its back on you, you
turn your back on the world! –Timon
Penasaraaaaaan... Jadi pingin lihat langsung. Aku udah nonton versi kartunnya sih. Baca ini jadi pingin nonton versi terbaru.
ReplyDeleteDulu suka banget nonton Lion King tapi ga pernah sampe abis,
ReplyDeleteSekarang pas nonton full aru tahu jalan ceritanya seperti apa.
Cukup menarik untuk di tonton oleh semua kalangan :)