Baca juga Mudik-Liburan Part 1
dan 2 ya!
Rasanya berat meninggalkan
Malang, kota yang tenang, adem, dan sangat pas dijadikan tempat tinggal. Tapi
aku harus meninggalkannya untuk menuju tempat keluargaku di Tulungagung yang juga kurindukan. Di
perjalanan menuju Tulungagung aku membayangkan bagaimana wajah-wajah yang sudah
lama tidak kulihat langsung, terutama wajah Mbah Putri dan Mbah Kung.
Perjalanan Malang-Tulungagung
memakan waktu sekitar 4 jam 30 menit. Pukul 20:30 aku sudah mendarat di rumah
Bulik Rina di daerah Tawangsari. Walaupun sempat tersasar beberapa meter dari
gang rumah Bulik, tapi syukurlah dengan bertanya ke warung terdekat yang
ternyata memang kenal dengan sepupuku akhirnya aku sampai juga di rumah Bulik
Rina. Setelah mengobrol sebentar, kira-kira pukul 21:00 Bulik Rina mengantarku
ke Desa Tiudan, Kecamatan Gondang tempat tinggal Mbah Putri dan Mbah Kung.
Perjalanan sekitar setengah jam dan gerimis turun saat itu.
Sesampainya di rumah, aku
disambut dengan suka cita. Mereka sudah rindu juga. Adikku Zenith sudah di sana
sejak tanggal 7, sementara aku ke Malang saat itu. Aku istirahat hingga subuh.
Paginya aku menyusul Mbah Putri
yang sudah berbelanja ke Pasar Cakruk, pasar yang kira-kira letaknya sekian
ratus meter dari rumah hehe. Pasar pagi itu sangat bersih dan yang berjualan di
sana adalah warga sekitar desa Tiudan dan desa-desa di sekitarnya. Walaupun
pasar tradisional, Pasar Cakruk tidak kotor dan becek. Hampir setiap di
Tulungagung aku selalu menyempatkan untuk ikut ke pasar merasakan atmosfer
perdagangan di desa.
Sorenya, aku, Zenith, Bulik Rina,
Om Indro, Asa, Fazah, dan Mbah Putri ke Ranu Gumbolo. Tempat wisata ini
terletak di Desa Mulyosari, Kecamatan Pagerwojo, Tulungagung. Ranu Gumbolo
merupakan danau yang dikelilingi bukit-bukit dengan hutan pinus. Kebayang dong
indahnya gimana?
Untuk menuju Ranu Gumbolo dari
desa Tiudan, kami menuju arah Waduk Wonorejo, melewati waduk tersebut dan jalan
terus melewati bukit-bukit yang indah dan adem. Tiket masuk ke Ranu Gumbolo
sebesar 5.000 rupiah, dan untuk anak dibawah 12 tahun tidak perlu membayarnya
(sepertinya sih, soalnya Fazah baru 10 tahun dan gak perlu bayar). Kita juga
bisa menyewa hammock seharga 5.000 rupiah, murah kan?
Di sana ada hutan pinus yang
sejuk, kemudian untuk mencapai danau, kita harus menyeberangi sungai kecil,
tidak perlu menggunakan jembatan, kita bisa berjalan di atas batu-batu sungai.
Kemudian di danau tersebut tersedia semacam rumah pohon *cmiww* (itu loh semacam papan yang dipasang di atas pohon untuk orang duduk-duduk dan foto-foto) tempat
wisatawan bisa berfoto, ada juga perahu-perahuan.
Hari kedua di Tulungagung, Rabu,
12 Juli 2017 pagi hari aku ikut ke Pasar Cakruk untuk berbelanja dengan Mbah
Putri dan mampir ke Rumah Bude Rowi yang masih saudara dengan keluarga kami.
Pagi itu aku sarapan dengan pecel pincuk yang enak sekali. Kemudian siangnya
kami ke MAN 2 Tulungagung tempat Om Indro mengajar, sekaligus sekolah baru Asa.
Kami ke sana untuk melihat fashion show dari bahan-bahan bekas. Lucu-lucu dan
kreatif. Ada juga pertunjukan tari dan band, serta bazaar makanan, ya seperti
pensi sekolah pada umumnya.
Susu ini dibeli di salah satu stand yang menjual berbagai produk lokal seperti susu, madu, dan sebagainya. Kata adikku, susu ini dijual juga di Kampung Susu Dinasty. Sayang sekali aku tidak sempat ke sana, padahal tempatnya sangat dekat dengan rumah Mbah. |
Foto bareng siswa baru dan mahasiswa baru. |
Setelah itu kami ke GunungBudheg.
Tiket masuk ke gunung ini sebesar 5.000 rupiah, namun saat itu karena sudah
sore, kami tidak ditarik biaya tiket masuk. Tidak tahu orang-orang lain yang
baru datang saat kami turun. Cukup banyak yang mendaki gunung ini, terutama
pendaki-pendaki dari Tulungagung, termasuk keluarga Bulik Rina. Katanya para
pendaki biasanya mulai mendaki malam hari untuk mengejar matahari terbit.
Pemandangan Tulungagung sangat
indah jika dilihat dari atas Gunung Budheg ini. Walaupun kami tidak naik ke
Gunung Budheg hingga puncak (karena gak cukup juga waktunya), mata kami sudah
cukup dimanjakan dengan pemandangan persawahan yang indah dibawahnya. Jika
ingin ke Gunung Budheg hanya sekedar berfoto, disarankan untuk datang pagi atau
sore saat matahari masih cukup bagus, karena jika kemaghriban seperti kami,
hasil fotonya kurang gereget hehe dan cukup dingin juga.
Menjelang maghrib kami pulang ke
rumah dan packing barang-barang yang akan kami bawa untuk kembali ke Serang
besok paginya.
Itulah cerita Mudik-Liburanku.
Semoga liburan mendatang atau lebaran tahun depan aku bisa ke Surabaya, Malang,
dan Tulungagung lagi untuk mengunjungi tempat-tempat lain yang belum sempat
kukunjungi kemarin.
Aku pulang dengan kereta dari
Stasiun Tulungagung (05:20) ke Stasiun Kediri (06:10), kemudian dari Stasiun
Kediri (07:51) langsung ke Stasiun Serang (02:00) dengan kereta Krakatau dan
sampai di rumah pukul 02:15 dini hari. Alhamdulillah... baru sampai rumah sudah
disibukkan dengan persiapan KKM.
See you on my next post!
Comments
Post a Comment