Skip to main content

Review: Paper Towns -John Green

Sampul Novel Paper Towns Gramedia Pustaka Utama
Sumber

Judul              : Paper Towns
Penulis           : John Green
Penerjemah   : Angelic Zaizai
Penerbit         : PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal              : 360 halaman

Paper Towns berkisah tentang seorang remaja laki-laki bernama Quentin Jacobsen dengan segala sifat geeky-nya yang mencintai Margo Roth Spiegelman yang merupakan gadis perempuan yang cukup populer di sekolah. Perbedaan itulah yang membuat mereka terpisah jauh, seperti menjadi dua orang yang tidak saling mengenal satu sama lain di SMA meskipun dulu ketika anak-anak mereka sering bermain lantaran rumah mereka berdekatan.

Namun pada suatu malam Margo menyelinap masuk ke kamar Quentin melalui jendela untuk meminta Q meminjamkannya mobil dan mengajak Q berkeliling kota demi menjalankan misinya. Q yang sudah terlanjur mencintainya tidak dapat menolak permintaannya, akhirnya mereka pun keluar menjalankan misi untuk menyelesaikan sebelas masalah penting yang harus selesai sebelum matahari terbit. Mereka berkeliling Orlando untuk mengerjai Jason yang merupakan bekas pacar Margo yang selingkuh dengan Becca, sahabat Margo, mengerjai Becca, merontokkan alis kanan Chuck, laki-laki nakal yang sering mengerjai Quentin di sekolah, masuk ke gedung SunTrust, dan menyelinap ke Sea World, dan hal-hal gila lainnya. Malam itu merupakan malam yang sangat menegangkan sekaligus menyenangkan bagi Q yang belum pernah melakukan petualangan seperti itu sebelumnya. Sejak malam itu, Q dapat mengenal siapa Margo sebenarnya.

Malam yang panjang dan menyenangkan tersebut benar-benar menyisakan kenangan menyenangkan bagi Q. Namun sejak malam itu, Margo tidak kunjung muncul di sekolah. Hingga pada suatu pagi Q mendapati orang tua margo dan seorang detektif datang ke rumahnya untuk menyelidiki kasus hilangnya Margo. Orang tua Margo sangat frustasi namun di sisi lain mereka juga bersikap biasa karena sebelumnya Margo sudah pernah beberapa kali kabur dari rumah, dan setiap kepergiannya Margo selalu meninggalkan jejak-jejak seperti petunjuk-petunjuk yang penuh teka-teki yang harus dipecahkan untuk dapat menemukannya kembali.

Pada masa-masa ujian sekolah Q lebih disibukan dengan misteri hilangnya Margo dan mencoba memecahkan teka-teki Margo, dimulai dari poster yang ditempel di jendela Margo yang tampak dari rumah Q, deretan judul lagu-lagu koleksi Margo, puisi, kertas yang disisipkannya di Pintu kamar Q, dan teka-teki lainnya. Dalam memecahkan teka-teki Margo, Q dibantu dengan kedua sahabatnya yang selalu setia menemaninya, Radar dan Ben. Hingga pada hari wisuda mereka, Q menemukan jejak terakhir yang ditinggalkan Margo dalam sebuah komentar suatu artikel mengenai kota kertas.


Aku suka banget sama ide ceritanya. Misteri dan percintaan serta persahabatan dengan sedikit cerita keluarga sangat sempurna dikemas dalam cerita ini. Mungkin karena aku jarang-jarang membaca novel misteri kali yaaa jadi aku merasa ceritanya fresh aja.

Alurnya juga alur maju jadi gak bikin kita pusing.

Gaya bahasanya ringan, walaupun terjemahan tapi tetap bagus dan enak dibaca dan dimengerti.

Sudut pandangnya menggunakan sudut pandang orang pertama, yaitu Q. Aku pribadi suka banget membaca cerita dari sudut pandang orang pertama daripada cerita dengan sudut pandang orang ketiga karena dari situ aku bisa lebih mengenal karakter-karakter dalam buku terutama karakter si orang pertama itu.

Karakternya juga keren-keren, lucu-lucu, pintar, centil, ada juga yang jahat dan menyebalkan tapi semuanya masuk akal, kepribadian mereka masuk akal. Kecuali mungkin kepribadian Margo karena aku pribadi merasa Margo itu aneh, memang ada sih orang yang senang berpetualang dan mencari hal-hal baru dan menarik tapi di zaman sekarang yang serba mudah sepertinya sulit sekali menemukan seorang remaja perempuan yang mau hidup susah atau menyulitkan dirinya. Well, mungkin di sini Margo bukan mau menyusahkan dirinya dengan kabur ke tempat lain dan tinggal sendirian, Margo hanya ingin merasakan sensasinya hidup berpetualang dan menjadi orang yang mandiri dan menjalani hidup yang nyata dan menantang, tapi tetap saja aneh menurutku. Tapi untungnya keanehan itu justru membuatku tertarik dengan ceritanya.

Latarnya sangat menarik, di lingkungan tempat tinggal mereka sendiri dan sekolah serta beberapa tempat menarik lainnya yang dapat menambah pengetahuanku tentang beberapa tempat di Amerika khususnya di Orlando, Florida.

Aku benar-benar suka banget sama ceritanya karena berasal dari hal yang bahkan aku gak akan pernah kepikiran untuk menjadikannya sebuah kisah misteri dan percintaan seperti Paper Towns jika aku menemukannya. John Green memang jenius. Di catatan pengarang tertulis bahwa kota kertas merupakan jebakan hak cipta. Kota tersebut tidak real, hanya terdapat di peta, untuk membuat orang-orang yang menjiplak peta tersebut tertangkap. Orang-orang yang menemukan suatu kota kertas di peta akan berusaha mencarinya namun tidak akan pernah menemukannya sehingga mereka membuat sendiri toko yang diberi nama Agloe (nama kota yang hanya ada di peta). Ide cerita berasal dari pengalaman Green sendiri saat masih berkuliah, dia dan teman-temannya mencari-cari kota yang tercantum di peta namun tidak menemukannya. Seorang perempuan yang ditemuinya menjelaskan bahwa kota yang mereka cari hanya ada di dalam peta.

Aku beri 4 dari 5 bintang untuk Paper Towns.

Poster Film Paper Towns
Sumber

By the way, Paper Towns diangkat ke layar lebar loooh, jadi gak sabar untuk nonton film ini. Akhir bulan Juli katanya sih mulai tayang di Amerika, gak tau deh di Indonesianya kapan.

Comments

Popular posts from this blog

Review: Critical Eleven (Film)

PS: Postingan ini bukan hanya berisi review film, tapi juga sedikit cerita pengalaman nekat menonton film naik motor sendiri Taktakan-Serang-Cilegon panas-panasan saat puasa. Alhamdulillah, rasa penasaranku terobati. I’ve finally watched Critical Eleven! Ya, rasanya memang selalu kurang afdol jika kamu sudah membaca sebuah karya yang menurutmu menarik, tapi kamu tidak menyaksikan karya tersebut dalam bentuk film. Ketika film dari buku yang kamu sukai muncul, setidaknya ada perasaan penasaran dan dorongan untuk membandingkannya dengan buku yang sudah kamu baca, kan? Setidaknya itulah yang terjadi padaku. Sabtu, 10 Juni 2017, tepatnya sebulan setelah film Critical Eleven mulai tayang di bioskop, aku melihat postingan instagram Ika Natassa yang merupakan penulis novel Critical Eleven, katanya film yang diangkat dari novelnya itu masih tayang di beberapa bioskop, salah satunya di Cilegon. Tanpa babibu aku langsung mengecek jadwal film di Cinema XXI Cilegon dan mendapati bahwa ku...

Do Not Rape Our National Heritages!

Today we can hear so many news on television about our national heritage which are stolen by other country.  We can search on google with the keyword “mencuri kebudayaan” and there are more than a million result in less than a second. It proved that there were bunch of people find the information about it. What kind of national heritage which is stolen by that country? Why are they steal our national heritages? And how to solve this case? Our national heritages is not only tangible heritages like Candi Borobudur or Taman Nasional Komodo, but we also have so many Intangible cultural heritages which is manifested through these points below: 1. Oral traditions and expressions (including Language). e.g., Bahasa Jawa, Bahasa Sunda, Bahasa Melayu, Bahasa Madura, Bahasa Padang, etcetera. 2. Performing arts (such as traditional music, dance and theatre) e.g., Gamelan (from Center Java, East Java and Bali), Tari Pendet (from Bali), Lenong (from Jakarta, Indonesia), etce...

Lagi Galau? Baca Nih!

GALAU ... sebuah kata yang tersusun dari hanya lima huruf ini ternyata ajaib. Semua orang dibuatnya kacau. Sebenarnya apa sih definisi galau? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia: ga·lau   a,   ber·ga·lau   a   sibuk beramai-ramai; ramai sekali; kacau tidak keruan (pikiran); ke·ga·lau·an   n   sifat (keadaan hal) galau Menurut gue: Galau itu sesuatu yang negatif dan gak pantes untuk digauli. Oke, kalian sadar gak sih kalau sebenarnya tweets atau status kalian di facebook atau bahkan curhatan kegalauan kalian para blogger di blog kalian itu dapat memengaruhi pikiran dan perasaan orang lain juga. Loh kok bisa sih? Yang galau gue kenapa yang lain juga bisa ikutan galau? Bisa dong... ini semua karena tweets galau yang kalian pos twitter itu beraura negatif. Beraura negatif karena mengandung unsur-unsur yang buruk seperti kata-kata kotor yang kalian tulis untuk memaki orang lain dan kata-kata seperti; Bad mood, males, pusing, n...