Jadi belakangan ini aku sering sedih, suasana hati gak enak.
Bawaannya khawatir karena banyak hal yang selalu aku pikirkan sejak aku bangun
sampai aku mau tidur lagi. Sudah lebih dari sebulan aku seperti ini.
Aku sekarang sudah semester 8, sedang proses mengerjakan
skripsi dan alhamdulillah sudah sidang proposal, tinggal lanjut ke dua bab
terakhir. Awalnya aku pikir mungkin aku sedang jenuh dengan segala hal perkuliahan,
sedang jenuh dengan skripsi yang sudah tiga bulan kugeluti. Aku pikir aku
mungkin butuh istirahat sebelum terjun ke lapangan untuk wawancara dan
sebagainya. Tapi ternyata sampai sekarang aku masih saja seperti ini. Hati dan
pikiran gak tenang, apa ya, kalau kata orang sih gak puguh gitu.
Rasanya sudah cukup sering aku curhat soal aku yang galau
seperti ini, aku pikir semua orang pernah galau, gak puguh kayak gini. Ya, aku
akui aku belakangan memang sulit beribadah, sering lupa berdoa, jarang
olahraga, lupa meditasi, makan makanan gak sehat, dan jarang berinteraksi,
apalagi jadi berguna untuk sesama. Sebenarnya aku tahu masalahku dan aku tahu
penyelesaiannya. Tapi itu gak membuatku bergerak memperbaiki keadaan. Lagi,
masalah lama, aku menikmati kesedihan dan ke-gak-jelas-an perasaanku sendiri. Sekarang
aku lelah mendeskripsikan seperti apa kusutnya pikiran dan perasaanku.
Aku hanya ingin meluapkan apa saja yang selama ini kurasa
mengganggu pikiranku, karena lagi, sebenarnya aku sudah tahu apa yang membuatku
seperti ini. Aku hanya ingin berbagi agar kekhawatiranku didengar atau setidaknya
aku merasa didengar.
Aku terlalu banyak memikirkan skripsi daripada
mengerjakannya. Terhitung sudah lebih dari dua bulan sejak sidang proposal
skripsiku tidak ada perubahan berarti dan tidak terlalu maju, hanya beberapa
revisi saja. Aku stuck, terlalu lama memikirkan hal-hal yang membingungkan dalam
skripsi tanpa ada upaya untuk bergerak membuat diriku gak bingung lagi. Harusnya
aku lebih banyak bimbingan dan bertanya daripada diam dan menunggu solusi jatuh
dari langit dan huruf-huruf di file skripsiku berubah dengan sendirinya.
Aku terlalu memusingkan ekspektasi untuk bisa wisuda bulan
Agustus, bahkan dalam setiap kesempatan aku selalu berdoa agar aku bisa
diwisuda bulan Agustus 2018, tapi ekspektasi itu gak dibarengi dengan usaha
yang sama besarnya. Aku terlalu memusingkan untuk bisa sidang saat bulan puasa
ini, sekitar Mei sampai awal Juni, tanpa mulai mengerjakan lagi. Aku sudah
mulai wawancara narasumber sedikit demi sedikit, sudah mulai menuliskan hasil
wawancaranya, tapi belum menyentuh bab selanjutnya. Baru mulai sedikit,
kemudian bersyukur dan lega karena sudah ada kemajuan walaupun sedikit, tapi
setelah itu aku dipusingkan lagi dengan hal-hal yang membingungkan dalam
skripsi, selalu memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk dalam proses
pengerjaan skripsi ini, ditambah ekspektasi "wah' yang membuatku merasa dekat
dengan harapanku namun terlalu lemah untuk meraihnya. Aku membayangkan diriku
seperti Alice yang bertubuh sangat kecil di Alice in Wonderland yang berusaha
mengambil kunci di atas meja yang tinggi. Ia dekat dengan kunci itu tapi
terlalu lemah untuk meraihnya. Bedanya Alice terus berpikir dan gak galau
sepertiku.
Aku selalu mencoba berpikir positif, membisikkan kata-kata
semangat ke diriku sendiri tapi berakhir dengan teriakan dalam diri sendiri
bahwa ini sulit. Aku gak punya teman untuk berbagi, aku gak pernah
menceritakan hal-hal seperti ini kepada orang tuaku. Aku semakin merasa
sendirian ketika galau seperti ini. Aku bingung sendirian, aku sedih sendirian.
Dan setiap kali aku menyadari bahwa hati dan pikiranku sedang gak tenang dan gak
ada orang yang bisa mendengar aku jadi semakin sedih. Kemana teman-teman, yah,
aku memang gak pernah punya teman dekat, aku sadar itu, dan aku baik-baik saja
walaupun terkadang aku iri dengan orang-orang yang punya teman dekat dari
kecil, aku iri dengan orang-orang yang punya teman untuk saling bercerita
rahasia-rahasia mereka, rasa iri sering muncul ketika aku sedang sedih seperti
ini. Biasanya aku kuat, apapun bisa kulakukan sendiri seolah aku gak butuh
teman karena aku merasa terlalu kuat. Tapi ketika seperti ini, aku gak bisa
arogan dan sok kuat seperti biasanya, aku tetap butuh teman. Tapi selalu gak
ada yang bisa jadi teman. Aku mungkin terlalu malas percaya untuk bercerita atau
mungkin terlalu gengsi karena image diriku sebagai anak yang kuat dan hebat
sudah terlalu melekat sehingga aku justru malah khawatir orang lain akan
mengubah penilaian mereka terhadap diriku. Kemudian aku berpikir apa salahnya
lemah sesekali dan ingin bercerita, tapi kemudian aku khawatir lagi bahwa
mereka akan meremehkanku yang gak sekuat dan sehebat yang mereka pikirkan. Aku
ini kaku tapi kuat dan gak pernah terlihat galau, aku selalu terlihat tenang
dan senang dalam hidup, dan aku senang dengan diriku yang seperti itu, karena
itu memang aku. Tapi manusia tetap manusia, sesekali khawatir akan ini-itu, dan
pada saat itu terjadi, aku ingin dimengerti bukan dipandang lemah. Pada akhirnya
aku gak pernah terlihat lemah. Aku selalu kuat walaupun di dalam aku merasa
khawatir akan ini-itu.
Aku mencoba mengalihkan perhatianku sejenak ke pekerjaan lain
yang bisa membuatku lebih segar dan siap untuk menghadapi skripsi lagi seperti
jalan-jalan, belanja, jajan, nonton film dan serial sambil ngemil makanan gak
sehat, dan sebagainya tapi aku bukannya lebih segar dan siap, aku malah merasa
bodoh. Membuka media sosial membuat semuanya lebih buruk lagi. Aku makin merasa
bodoh dan merasa seperti pecundang. Di rumah memang aku dibanggakan oleh orangtuaku, tapi aku berpikir itu gak cukup. Aku melihat teman-temanku sudah
lulus dan berkarir, bahkan beberapa ada yang sudah menikah dan punya anak. Aku gak
pernah menyesali keputusanku untuk pindah jurusan dan kampus yang menciptakan
gap year dan sebagainya, demi Tuhan aku baik-baik saja soal itu. Tapi ketika
melihat teman-teman seangkatanku dulu yang sudah lulus semua dan bekerja
membuatku mengatakan hal-hal yang seharusnya haram aku katakan, “seharusnya”. Aku
benci kata itu karena itu kata penyesalan. Aku gak menyesal memutuskan untuk
mengambil jalanku yang sekarang, tapi aku gak tahu kenapa aku seperti ini,
mungkin aku hanya iri dengan teman-teman lain yang sudah kerja dan menjadi
kebanggaan keluarga, aku hanya iri dengan teman-teman yang sudah pertukaran
pelajar ke luar negeri, melanjutkan studinya, memiliki keluarga baru (suami/istri
dan anak mereka) yang kelihatannya rukun damai dan tentram. Atau mungkin bukan
iri yang sedang kurasakan, aku mungkin hanya kebanyakan berpikir, aku
mengkhawatirkan semuanya terutama diriku sendiri. Aku mungkin bukan merasa
tertinggal, tapi aku khawatir akan diriku sendiri yang menggenggam harapan
terlalu tinggi, yang memiliki ekspektasi terlalu "wah" padahal aku tahu itu hanya
menghancurkanku jika aku meleset. Aku berusaha tenang dengan selalu membisikkan
kalimat-kalimat untuk selalu bersikap tenang dan nothing to lose, tapi kali ini
sulit. Gak seperti aku yang dulu selalu bisa menikmati hidup walaupun di kampus
aku gap year, walaupun banyak penilaian-penilaian buruk, walaupun banyak
kalimat-kalimat sesal dari orang-orang sekitar. Hidupku belakangan ini selalu
khawatir dengan segalanya. Aku takut kalah dan kehilangan. Walaupun aku tahu
kalau sebenarnya hal-hal itulah yang membuatku khawatir dan galau, tapi aku
seperti gak bisa berhenti. Aku seperti masokis. Senang sekali tersiksa. Tersiksa
dengan pikiran dan perasaan sendiri.
Aku mulai memikirkan masa depan, pekerjaan, dimana aku akan
tinggal setelah aku lulus, bagaimana dengan karirku di usia sekian, sekian, dan
sekian, bagaimana pendidikanku kedepannya, kapan aku akan mulai berkeluarga,
dan sebagainya. Aku gak memikirkan masa depan dengan tenang, aku memikirkan
masa depan dengan rasa khawatir yang menyesakkan. Aku takut ini dan itu. Aku khawatir
akan ini dan itu daripada menikmati waktu yang sedang kuinjak. Aku tahu masalah
dan penyelesaiannya, tapi aku selalu khawatir dan bingung sepanjang waktu
selama beberapa bulan ini. Aku gak mau seperti ini terus.
pernah berada posisi yang sama percis seperti ini ketika menjalani skripsi.
ReplyDeletebadai pasti berlalu koq, jalani aja . jgn lupa solat n berdo'a, minta pertolongan sama Allah.