Skip to main content

Review: Sabtu Bersama Bapak -Adhitya Mulya

Judul                  : Sabtu Bersama Bapak
Pengarang          : Adhitya Mulya
Penerbit              : Gagas Media
Tahun Terbit       : 2014
Tebal                   : 277 halaman

Sumber

Video mulai berputar.
"Hai, Satya! Hai, Cakra!" Sang Bapak melambaikan tangan.
"Ini Bapak.
Iya, benar kok, ini Bapak.
Bapak cuma pindah ke tempat lain. Gak sakit. Alhamdulillah, berkat doa Satya dan Cakra.
Mungkin Bapak tidak dapat duduk dan bermain di samping kalian.
Tapi, Bapak tetap ingin kalian tumbuh dengan Bapak di samping kalian.
Ingin tetap dapat bercerita kepada kalian. Ingin tetap dapat mengajarkan kalian.
Bapak sudah siapkan.
Ketika kalian punya pertanyaan, kalian tidak pernah perlu bingung kemana harus mencari jawaban.
I don't let death take these, away from us.
I don't give death, a chance.
Bapak ada di sini. Di samping kalian.
Bapak sayang kalian."

Buku ini mengisahkan sebuah keluarga kecil yang tinggal di Bandung. Kepala keluarga tersebut meninggal karena kanker saat kedua anak mereka masih berusia delapan tahun dan lima tahun. Sang Bapak, Pak Gunawan, divonis kanker dan hanya punya waktu setahun untuk hidup. Waktu tersebut digunakan Bapak untuk membuat video agar ia bisa terus mendampingi anak-anaknya walaupun ia sudah tidak ada di dunia. Dengan ditemani istrinya, Bu Itje, ia merekam video-video berisi pelajaran-pelajaran hidup untuk diberikan anak-anak yang ditinggalkannya sebagai pegangan sekaligus warisan untuk mereka. Rekaman-rekaman itu dibagi dalam kaset-kaset, setiap kaset berisi hal yang berbeda untuk ditonton berdasarkan momen-momen khusus dan berdasarkan usia anak-anaknya, Satya dan Cakra, kaset-kaset tersebut dapat diputar setiap hari Sabtu.

Si Sulung, Satya adalah seorang laki-laki mandiri yang cerdas dan penuh prestasi serta memiliki reputasi baik sehingga banyak perempuan yang menyukainya. Dalam buku ini Satya dikisahkan memiliki istri dan dua orang anak, mereka tinggal jauh di Eropa karena pekerjaan Satya yang mengharuskan mereka jauh dari keluarga besar mereka di Bandung. Satya adalah seorang yang temperamen dan kerap membuat takut anak-anaknya. Ia pun sering membuat istrinya kesal dan memintanya untuk tidak pulang dari offshore.

SiBungsu, Cakra agak berbeda dengan kakaknya. Ia digambarkan sebagai laki-laki yang tidak setampan kakaknya, namun kehidupannya sudah mapan dan sudah pantas menikah. Hal ini membuat ibunya khawatir akan anaknya yang sudah 30 tahun namun tak kunjung memiliki kekasih. Karakter Cakra humoris. Saya suka sekali cara penulis membully kejombloan Cakra.

Terdapat banyak sekali nasehat-nasehat yang berisi bagaimana membuat perencanaan untuk berkeluarga, bagaimana mengambil hati istri dan anak-anak, bagaimana mengambil hati perempuan yang disukai, bagaimana menjadi pasangan yang baik, dan sebagainya yang dijadikan Satya dan Cakra serta Bu Itje pegangan dalam bertindak.

Saya sendiri seperti ikut menghayati nasehat-nasehat dari rekaman-rekapan sang Bapak.

Overall, buku ini sangat "berisi" tapi juga sangat "menghibur".

5 dari 5 bintang untuk buku Sabtu Bersama Bapak.


Btw, kemarin saya baru menonton filmnya. Menarik.

Sumber

Pasti hampir selalu terdapat perbedaan antara buku dan film yang diangkat dari sebuah buku. Sabtu Bersama Bapak pun demikian. Setiap ditanya lebih keren buku atau film, saya pasti akan menjawab  buku karena buku mengisahkan sebuah kisah dengan lebih lengkap dan rinci, selain itu saya juga lebih suka membaca buku. Tapi film juga punya kelebihan, film merealisasikan adegan-adegan dalam buku walau kadang tidak sesuai bayangan para pembaca.

Terdapat beberapa perubahan di film Sabtu Bersama Bapak, perubahan tersebut kebanyakan dimaksudkan untuk meringkas cerita. Tapi dalam film ini, terdapat beberapa (cukup banyak) perubahan cerita yang membuat cerita jadi kurang gereget, tapi ada pula yang malah membuat cerita jadi lebih lucu dan menarik.

Gak mau spoiler, pokoknya keseluruhan filmnya dikemas baik. Very recommended for all.

3,5 dari 5 bintang untuk film Sabtu Bersama Bapak.

"Menjadi panutan bukan tugas anak sulung kepada adik-adiknya. Menjadi panutan adalah tugas orang tua untuk semua anak."

"Harga dari diri kamu datang dari dalam hati kamu dan berdampak ke orang luar. Bukan dari barang atau orang luar, berdampak ke dalam hati."


See you on my next post!

Comments

Popular posts from this blog

Review: Critical Eleven (Film)

PS: Postingan ini bukan hanya berisi review film, tapi juga sedikit cerita pengalaman nekat menonton film naik motor sendiri Taktakan-Serang-Cilegon panas-panasan saat puasa. Alhamdulillah, rasa penasaranku terobati. I’ve finally watched Critical Eleven! Ya, rasanya memang selalu kurang afdol jika kamu sudah membaca sebuah karya yang menurutmu menarik, tapi kamu tidak menyaksikan karya tersebut dalam bentuk film. Ketika film dari buku yang kamu sukai muncul, setidaknya ada perasaan penasaran dan dorongan untuk membandingkannya dengan buku yang sudah kamu baca, kan? Setidaknya itulah yang terjadi padaku. Sabtu, 10 Juni 2017, tepatnya sebulan setelah film Critical Eleven mulai tayang di bioskop, aku melihat postingan instagram Ika Natassa yang merupakan penulis novel Critical Eleven, katanya film yang diangkat dari novelnya itu masih tayang di beberapa bioskop, salah satunya di Cilegon. Tanpa babibu aku langsung mengecek jadwal film di Cinema XXI Cilegon dan mendapati bahwa ku...

Do Not Rape Our National Heritages!

Today we can hear so many news on television about our national heritage which are stolen by other country.  We can search on google with the keyword “mencuri kebudayaan” and there are more than a million result in less than a second. It proved that there were bunch of people find the information about it. What kind of national heritage which is stolen by that country? Why are they steal our national heritages? And how to solve this case? Our national heritages is not only tangible heritages like Candi Borobudur or Taman Nasional Komodo, but we also have so many Intangible cultural heritages which is manifested through these points below: 1. Oral traditions and expressions (including Language). e.g., Bahasa Jawa, Bahasa Sunda, Bahasa Melayu, Bahasa Madura, Bahasa Padang, etcetera. 2. Performing arts (such as traditional music, dance and theatre) e.g., Gamelan (from Center Java, East Java and Bali), Tari Pendet (from Bali), Lenong (from Jakarta, Indonesia), etce...

Lagi Galau? Baca Nih!

GALAU ... sebuah kata yang tersusun dari hanya lima huruf ini ternyata ajaib. Semua orang dibuatnya kacau. Sebenarnya apa sih definisi galau? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia: ga·lau   a,   ber·ga·lau   a   sibuk beramai-ramai; ramai sekali; kacau tidak keruan (pikiran); ke·ga·lau·an   n   sifat (keadaan hal) galau Menurut gue: Galau itu sesuatu yang negatif dan gak pantes untuk digauli. Oke, kalian sadar gak sih kalau sebenarnya tweets atau status kalian di facebook atau bahkan curhatan kegalauan kalian para blogger di blog kalian itu dapat memengaruhi pikiran dan perasaan orang lain juga. Loh kok bisa sih? Yang galau gue kenapa yang lain juga bisa ikutan galau? Bisa dong... ini semua karena tweets galau yang kalian pos twitter itu beraura negatif. Beraura negatif karena mengandung unsur-unsur yang buruk seperti kata-kata kotor yang kalian tulis untuk memaki orang lain dan kata-kata seperti; Bad mood, males, pusing, n...